Selasa, 16 Juni 2009

Ayah Dan Anak

1 komentar:
Ada seorang ayah yang mempunyai seorang anak. Ia sangat menyayangi anaknya. Suatu hari ketika si anak diajaknya keluar naik mobil, mereka pulang sangat larut. Di tengah jalan, si anak melepas seatbelt-nya karena merasa sangat gerah. Ayahnya meminta anaknya untuk memakainya kembali tapi si anak menolak.

Dan benarlah ketika sampai di sebuah tikungan, tiba-tiba muncul sebuah sepeda motor yang menyebabkan mobil mereka harus mengerem dengan sangat mendadak. Ayahnya selamat, sedangkan anaknya terlempar keluar melalui kaca depan dengan kepala duluan dan membentur aspal.

Langsung saja dilarikan ke rumah sakit. Si anak menderita gegar otak yang cukup parah dan akhirnya harus buta, bisu dan tuli. Si ayah hanya bisa memeluk sambil menangis. Karena anaknya tidak akan bisa mendengar, tidak bisa melihat dan tidak bisa berbicara lagi.

Begitulah kehidupan ayah-anak itu.... Dia senantiasa menjaga anaknya.....

Suatu ketika anaknya minta es, ayahnya tidak memberikannya karena ayahnya tahu ia sedang panas dalam dan es akan memperparah penyakitnya. ....

Di suatu musim dingin, anaknya ingin berjalan ke tempat yang hangat tetapi langsung dicegahnya karena ternyata "tempat hangat" itu adalah sebuah gubuk yang sedang terbakar....

Di kesempatan lain, ayahnya membuang liontin kesukaan anak itu. Akibatnya si anak ngambek satu minggu.. Ayahnya sedih sekali karena ia ingin memberitahu anaknya kalau liontin itu sudah berkarat dan bisa melukai dirinya. Tapi keterbatasan komunikasi membuat si anak menyalahkan ayahnya....

Apa daya yang bisa dilakukan sang ayah? Anaknya tidak bisa melihat, mendengar maupun berbicara. Ia sangat rindu sekali untuk bersama-sama dengan anaknya dan bermain-main seperti ayah-anak pada umumnya....

MyFriendz...apakah saat ini hubungan kita dengan Allah Bapa seperti ayah dan anak itu?

Ketika Tuhan mengingatkan kita untuk memakai seatbelt itu, kita melepasnya karena dirasa terlalu ketat dan memaksa....

Ketika Tuhan meminta kita untuk taat, kita malah melanggarnya.. Akibatnya, kita Semakin jauh dari Tuhan, jatuh ke dalam dosa, sehingga beberapa dari berkat kita harus diambil.....

Sudah begitu, Kita semakin sulit berkomunikasi dengan Allah Bapa. Kita selalu mengeluh, mengapa begini, mengapa begitu.. Seolah-olah yang kita inginkan selalu saja dicegah oleh Allah Bapa. Padahal, tahukah kita kalau Allah Bapa sedang menjauhkan kita dari sesuatu yang berbahaya? Seandainya kita selalu berkomunikasi denganNya lewat doa-doa kita setiap hari, kita akan bisa tahu alasan mengapa Allah Bapa seperti ini kepada kita....

Jangan pernah mencoba melepas seatbelt rohani itu ketika kamu masih dalam sebuah mobil kehidupan yang melaju kencang di jalan raya....

Jangan pernah menyalahkan Tuhan. Ia tidak sejahat itu. Semua rancanganNya adalah indah pada waktuNya...

Komunikasi-lah selalu dengan Tuhan setiap hari. Ambil saat teduh untuk bercakap-cakap dengan Tuhan dan jadilah anakNya yang taat....
AMIEN... ^_^

Source : Milis Diskusi Katolik
Posted by : Sung_Djuniati@xxxxxxxxxxxxxx.com


Senin, 04 Mei 2009

Anak Kecil Penjaja Kue

1 komentar:
Seorang pemuda yang sedang lapar pergi menuju restoran jalanan dan iapun menyantap makanan yang telah dipesan.

Saat pemuda itu makan datanglah seorang anak kecil laki-laki menjajakan kue kepada pemuda tersebut, "Pak mau beli kue, Pak?" Dengan ramah pemuda yang sedang makan menjawab "Tidak, saya sedang makan".

Sumber gambar ilustrasi: Google
Anak kecil tersebut tidaklah berputus asa dengan tawaran pertama. Ia tawarkan lagi kue setelah pemuda itu selesai makan, pemuda tersebut menjawab "Tidak dek saya sudah kenyang".

Setelah pemuda itu membayar ke kasir dan beranjak pergi dari warung kaki lima, anak kecil penjaja kue tidak menyerah dengan usahanya yang sudah hampir seharian menjajakan kue buatan bunda.

Mungkin anak kecil ini berpikir "Saya coba lagi tawarkan kue ini kepada bapak itu, siapa tahu kue ini dijadikan oleh-oleh buat orang dirumah". Ini adalah sebuah usaha yang gigih membantu ibunda untuk menyambung kehidupan yang serba pas-pasan ini.

Saat pemuda tadi beranjak pergi dari warung tersebut anak kecil penjaja kue menawarkan ketiga kali kue dagangan. "Pak mau beli kue saya?", pemuda yang ditawarkan jadi risih juga untuk menolak yang ketiga kalinya, kemudian ia keluarkan uang Rp 1.500,- dari dompet dan ia berikan sebagai sedekah saja. "Dik ini uang saya kasih, kuenya nggak usah saya ambil, anggap saja ini sedekahan dari saya buat adik".

Lalu uang yang diberikan pemuda itu ia ambil dan diberikan kepada pengemis yang sedang meminta-minta.

Pemuda tadi jadi bingung, lho ini anak dikasih uang kok malah dikasihkan kepada orang lain. "Kenapa kamu berikan uang tersebut, kenapa tidak kamu ambil?".

Anak kecil penjaja kue tersenyum lugu menjawab, "Saya sudah berjanji sama ibu di rumah, ingin menjualkan kue buatan ibu, bukan jadi pengemis, dan saya akan bangga pulang ke rumah bertemu ibu kalau kue buatan ibu terjual habis. Dan uang yang saya berikan kepada ibu hasil usaha kerja keras saya. Ibu saya tidak suka saya jadi pengemis".

Pemuda tadi jadi terkagum dengan kata-kata yang diucapkan anak kecil penjaja kue yang masih sangat kecil buat ukuran seorang anak yang sudah punya etos kerja bahwa "kerja itu adalah sebuah kehormatan", kalau dia tidak sukses bekerja menjajakan kue, ia berpikir kehormatan kerja di hadapan ibunya mempunyai nilai yang kurang.

Suatu pantangan bagi ibunya, bila anaknya menjadi pengemis, ia ingin setiap ia pulang ke rumah melihat ibu tersenyum menyambut kedatangannya dan senyuman bunda yang tulus ia balas dengan kerja yang terbaik dan menghasilkan uang.

Kemudian pemuda tadi memborong semua kue yang dijajakan lelaki kecil, bukan karena ia kasihan, bukan karena ia lapar tapi karena prinsip yang dimiliki oleh anak kecil itu "kerja adalah sebuah kehormatan", ia akan mendapatkan uang kalau ia sudah bekerja dengan baik.

CATATAN :

Semoga cerita di atas bisa menyadarkan kita tentang arti pentingnya kerja. Bukan sekadar untuk uang semata. Jangan sampai mata kita menjadi "hijau" karena uang sampai akhirnya melupakan apa arti pentingnya kebanggaan profesi yg kita miliki.

Sekecil apapun profesi itu, kalau kita kerjakan dengan sungguh-sungguh, pasti akan berarti besar.

Selasa, 21 April 2009

Titik Hitam Di Atas Kertas Putih

Tidak ada komentar:
Bertahun-tahun yang lalu hingga sekitar beberapa bulan yang lalu, terus terang saya menjadi seorang yang merasa kehidupan dunia ini datar-datar saja, tidak ada yang istimewa dan layak disyukuri. Bagi saya saat tidurlah suatu kebahagiaan terindah. Entahlah, saya begitu menyesal atas apa yang saya miliki, istri, pekerjaan, kehidupan, kemampuan serta fisik yang saya miliki sepertinya tidak sesuai harapan. Saya selalu merasa menjadi orang yang KEKURANGAN di dunia ini. Semakin kuat saya berusaha untuk merubah keadaan, yang saya terima adalah semakin banyak kekecewaan. Saya tidak tahu harus memulai dari mana, hingga suatu saat seorang "sahabat" memberikan suatu nasehat yang sungguh luar biasa dan memberikan suatu gambaran utuh tentang sebuah arti syukur dalam kehidupan. Di suatu tempat aku dan sahabatku berbincang-bincang ... "Ya... aku mengerti apa yang kau alami, tidak hanya kamu aku pun sendiri pernah mengalami dan mungkin banyak orang lainnya, sekarang aku akan ambil satu kertas putih kosong dan aku tunjukkan padamu, apa yang kamu lihat?" ucap sahabatku.



"Aku tidak melihat apa-apa semuanya putih," jawabku lirih.

Sambil mengambil spidol hitam dan membuat satu titik di tengah kertasnya, sahabatku berkata, "Nah..sekarang aku telah beri sebuah titik hitam di atas kertas itu, sekarang gambar apa yang kamu lihat?"

"Aku melihat satu titik hitam," jawabku cepat.

"Pastikan lagi!" timpal sahabatku.

"Titik hitam," jawabku dengan yakin.

"Sekarang aku tahu penyebab masalahmu. Kenapa engkau hanya melihat satu titik hitam saja dari kertas tadi? Cobalah rubah sudut pandangmu, menurutku yang kulihat bukan titik hitam tapi tetap sebuah kertas putih meski ada satu noda di dalamnya, aku melihat lebih banyak warna putih dari kertas tersebut sedangkan kenapa engkau hanya melihat hitamnya saja dan itu pun hanya setitik?" Jawab sahabatku dengan lantang.

"Sekarang mengertikah kamu? Dalam hidup, bahagia atau tidaknya hidupmu tergantung dari sudut pandangmu memandang hidup itu sendiri, jika engkau selalu melihat titik hitam tadi yang bisa diartikan kekecewaan, kekurangan dan keburukan dalam hidup maka hal-hal itulah yang akan selalu hinggap dan menemani dalam hidupmu."

"Cobalah fahami, bukankah di sekelilingmu penuh dengan warna putih, yang artinya begitu banyak anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kamu, kamu masih bisa melihat, mendengar, membaca, berjalan, fisik yang utuh dan sehat, anak yang lucu-lucu dan begitu banyak kebaikan dari istrimu daripada kekurangannya, berapa banyak suami-suami yang kehilangan istrinya? Juga begitu banyak kebaikan dari pekerjaanmu di lain sisi banyak orang yang antri dan menderita karena mencari pekerjaan. Begitu banyak orang yang lebih miskin bahkan lebih kekurangan daripada kamu, kamu masih memiliki rumah untuk berteduh, aset sebagai simpananmu di hari tua, tabungan, asuransi dan teman-teman yang baik yang selalu mendukungmu. Kenapa engkau selalu melihat sebuah titik hitam saja dalam hidupmu?"

Dan juga ........

"Itulah kamu, betapa mudahnya melihat keburukan orang lain, padahal begitu banyak hal baik yang telah diberikan orang lain kepada kamu."

"Itulah kamu, betapa mudahnya melihat kesalahan dan kekurangan orang lain, sedangkan kamu lupa kelemahan dan kekurangan diri kamu.."

"Itulah kamu, betapa mudahnya kamu menyalahkan dan mengingkari-Nya atas kesusahan hidupmu, padahal begitu besar anugerah dan karunia yang telah diberikan oleh-Nya dalam hidupmu."

"Itulah kamu betapa mudahnya menyesali hidup kamu padahal banyak kebahagiaan telah diciptakan untuk kamu dan menanti kamu."

"Mengapa kamu hanya melihat satu titik hitam pada kertas ini? PADAHAL SEBAGIAN BESAR KERTAS INI BERWARNA PUTIH? Sekarang mengertikah engkau?" ucap sahabatku sambil pergi (entah kemana).

"Ya aku mengerti," ucapku lirih.

Kertas itu aku ambil, aku buatkan satu pigura indah dan aku gantung di dinding rumahku. Bukan untuk SESEMBAHAN bagiku tapi sebagai PENGINGAT di kala lupa..., lupa... bahwa begitu banyak warna putih di hidupku daripada sebuah titik hitam. Sejak itu aku mencintai HIDUP ini. Bisa hidup saja adalah suatu anugerah yang paling besar yang diberikan kepada kita oleh Perekayasa Agung. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Pak Mario pun juga pernah berpesan kepadaku:

"Kadang-kadang Tuhan menaruh kita pada tempat yang sulit supaya kita tahu dan menyadari bahwa tidak ada yang sulit bagi Tuhan." (MT)

Tahukah rekan-rekan, kata-kata inilah yang menemani gambar kertas putih (bukan titik hitam) di piguraku?

Source : Milis Diskusi

Rabu, 11 Maret 2009

Kisah Ini Sungguh Indah! Cobalah Jangan Menangis

Tidak ada komentar:
Bu Sally segera bangun ketika melihat dokter bedah keluar dari kamar operasi.
Dia bertanya dengan penuh harapan,"Bagaimana anakku? Apakah dia dapat disembuhkan? Kapan saya boleh menemuinya?" Dokter bedah menjawab,"Saya sudah berusaha sebaik mungkin, tapi sayangnya anak ibu tidak tertolong."

Bu Sally bertanya dengan hati remuk,"Mengapa anakku yang tidak berdosa bisa terkena kanker? Apa Tuhan sudah tidak peduli lagi?" Dimana Engkau Tuhan ketika anak laki-lakiku membutuhkanMu?"
Dokter bedah bertanya, "Apa Ibu ingin bersama dengan anak ibu selama beberapa waktu? Perawat akan keluar untuk beberapa menit sebelum jenazahnya dibawa ke universitas."

Bu Sally meminta perawat tinggal bersamanya saat dia akan mengucapkan selamat jalan kepada anak lelakinya. Dengan penuh kasih dia mengusap rambut anaknya yang hitam itu.
"Apa ibu ingin menyimpan sedikit rambutnya sebagai kenangan?" perawat itu bertanya. Bu Sally mengangguk. Perawat memotong sedikit rambut dan menaruhnya didalam kantung plastik untuk disimpan.

Ibu Sally berkata,"Jimmy anakku ingin mendonorkan tubuhnya untuk diteliti di Universitas. Dia mengatakan mungkin dengan cara ini dia dapat menolong orang lain yang memerlukan. Awalnya saya tidak membolehkan tapi Jimmy menjawab,"Ma, saya kan sudah tidak membutuhkan tubuh ini setelah mati nanti. Mungkin tubuhku dapat membantu anak lain untuk bisa hidup lebih lama dengan ibunya."
Bu Sally terus bercerita,"Anakku itu memiliki hati emas. Jimmy selalu memikirkan orang lain. Selalu ingin membantu orang lain selama dia bisa melakukannya."

Bu Sally meninggalkan rumah sakit setelah menghabiskan waktunya selama enam bulan di sana untuk merawat Jimmy. Dia membawa kantung yang berisi barang-barang anaknya. Perjalanan pulang sungguh sulit baginya. Lebih sulit lagi ketika dia memasuki rumah yang terasa kosong. Barang-barang Jimmy ditaruhnya bersama kantung plastik yang berisi segenggam rambut itu di dalam kamar anak lelakinya. Dia meletakkan mobil mainan dan barang-barang milik pribadi Jimmy, di tempat Jimmy biasa menyimpan barang-barang itu. Kemudian dibaringkan dirinya di tempat tidur. Dengan membenamkan wajahnya pada bantal, dia menangis hingga tertidur.

Di sekitar tengah malam, bu Sally terjaga. Di samping bantalnya terdapat sehelai surat yang terlipat. Surat itu berbunyi,"Mama tercinta, Saya tahu mama akan kehilangan saya tetapi saya akan selalu mengingatmu ma dan tidak akan berhenti mencintaimu walaupun saya sudah tidak bisa mengatakan 'Aku sayang mama'. Saya selalu mencintaimu bahkan semakin hari akan semakin sayang padamu ma. Sampai suatu saat kita akan bertemu lagi. Sebelum saat itu tiba, jika mama mau mengadopsi anak lelaki agar tidak kesepian, bagiku tidak apa-apa ma.. Dia boleh tidur di kamarku dan bermain dengan mainanku. Tetapi jika mama mengadopsi anak perempuan, mungkin dia tidak melakukan hal-hal yang dilakukan oleh kami, anak lelaki. Mama harus membelikannya boneka dan barang-barang yang diperlukan oleh anak perempuan.

Jangan sedih karena memikirkan aku ma. Tempat aku berada sekarang begitu indah. Kakek dan nenek sudah menemuiku begitu aku sampai di sana dan mereka menunjukkan tempat-tempat yang indah. Tapi perlu waktu lama untuk melihat segalanya di sana. Malaikat itu sangat pendiam dan tampak dingin. Tapi aku senang melihatnya terbang.

Dan apa mama tahu apa yang kulihat? Yesus tidak terlihat seperti gambar-gambar yang dilukis manusia. Tapi ketika aku melihat-Nya, aku yakin Dia adalah Yesus. Yesus sendiri mengajakku menemui Allah Bapa! Tebak ma apa yang terjadi? Aku boleh duduk di pangkuan Bapa dan berbicara dengan-Nya seolah-olah aku ini orang yang sangat penting. Aku menceritakan kepada Bapa bahwa aku ingin menulis surat kepada mama untuk mengucapkan selamat tinggal dan kata-kataku yang lain. Namun aku sadar bahwa hal ini pasti tidak diperbolehkan-Nya. Tapi mama tahu, Allah sendiri memberikan sehelai kertas dan pensil-Nya untuk menulis surat ini kepada mama tercinta. Saya pikir malaikat Gabriel akan mengirimkan surat ini kepadamu ma. Allah mengatakan akan menjawab pertanyaan mama ketika mama bertanya 'Di mana Allah pada saat aku membutuhkan-Nya?' Allah mengatakan Dia berada bersama diriku seperti halnya ketika putera-Nya Yesus disalib. Dia ada di sana ma, dan dia selalu berada bersama semua anak.

Ngomong-ngomong, tidak ada orang yang dapat membaca apa yang aku tulis selain mama sendiri. Bagi orang lain, surat ini hanya merupakan sehelai kertas kosong. Luar biasa kan ma? Sekarang saya harus mengembalikan pensil Bapa yang aku pinjam. Bapa memerlukan pensil ini untuk menuliskan nama-nama dalam Buku Kehidupan. Malam ini aku akan makan bersama dengan Yesus dalam perjamuan-Nya. Aku yakin makanannya akan lezat sekali.

Oh, aku hampir lupa memberitahukanmu ma. Aku sudah tidak kesakitan lagi. Penyakit kanker itu sudah hilang. Aku senang karena aku tidak tahan merasakan sakit itu dan Bapa juga tidak tahan melihat aku kesakitan. Itulah sebabnya mengapa Dia mengirim Malaikat Pembebas untuk menjemputku. Malaikat itu mengatakan bahwa diriku merupakan kiriman istimewa!
Salam kasih dari Allah Bapa, Yesus & aku.

Sempatkan diri anda selama 60 detik saja untuk membagikan ini dan anda akan menyelamatkan banyak orang yang percaya untuk saling mendoakan. Kemudian heninglah sebentar dan rasakan bagaimana Roh Kudus bekerja dalam hidup anda agar anda melaksanakan perbuatan yang dikehendaki oleh Bapa "Ketika anda jatuh, Tuhan akan membangkitkan anda."

Senin, 23 Februari 2009

Penerimaan Tanpa Syarat

Tidak ada komentar:
Beberapa kali saya membaca cerita di bawah ini, beberapa kali juga saya merasa haru dan terbawa suasana cerita ini. Sungguh cerita yang luar biasa.
=====================

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.. Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling"..
Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tersebut, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi ke restoran McDonald's yang berada di sekitar kampus... Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering...! Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.
Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, dan... tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil...! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.....
Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum"kearah saya....
Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam... tapi juga memancarkan kasih sayang...!
Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu...
Ia menyapa "Good day..!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan.. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin.. setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka...,dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai didepan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan... Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir... Nona !"
Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.


Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba... membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu-tamu lainnya, yang hampir semuanya...sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya..., dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya...

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum... dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah. Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap.. "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua...."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah berkaca-kaca... dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya...."
Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata... "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian...."
Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu....

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka... dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata... "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku... yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-anakku...! "
Kami saling berpegangan tangan beberapa saat...... dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' .. untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya... mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami... Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap.. "tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini...., jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami..." Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat ke arah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan batin kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum, lalu melambai-lambaikan tangannya kearah kami...! Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar-benar 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali...!

Saya kembali ke kampus, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan. Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca.... para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi... Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya... membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.
Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya ... "Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu..."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus... dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu : "PENERIMAAN TANPA SYARAT".

Sumber : WARTA KATEGORIAL Edisi Januari 2009