Minggu, 21 April 2013

Dunia Adalah Tempat Terindah

Tidak ada komentar:
Kisah nyata ini terjadi pada tahun 1892 di Stanford University.

Seorang mahasiswa yatim piatu 18 tahun berjuang keras untuk membiayai hidupnya. Ia bersama seorang temannya bermaksud menyelenggarakan konser musik untuk biaya pendidikan mereka.

Mereka mengajak pianis besar Ignacy J. Paderewski. Manajernya menuntut biaya sebesar AS$2.000 untuk resital piano. Kesepakatan terjadi dan anak-anak mulai bekerja keras membuat konser sukses.

Sayangnya, saat hari pertunjukan tiba, mereka tidak berhasil menjual cukup tiket untuk membayar sang pianis. Mereka hanya berhasil mengumpulkan AS$1.600. Mereka pun menjelaskan kepada Paderewski. Mereka memberi seluruh AS$1.600 dan berjanji akan mendapatkan kekurangan AS$400.

"Tidak bisa Nak! Ambil saja semua untuk kebutuhanmu. Jika ada sisa baru untuk saya," kata Paderewski. Bagi seorang besar seperti Paerewski, itu hanyalah tindakan kecil. Namun membuatnya spesial.

Mengapa ia harus membantu dua orang yang tidak dikenalnya? Kita semua sering menemukan situasi seperti ini dalam hidup kita. Lalu kebanyakan dari kita berpikir, “Jika saya membantu mereka, apa yang akan terjadi pada saya?” Sementara, orang-orang besar berpikir, “Jika saya tidak membantu mereka, apa yang akan terjadi pada mereka?” Mereka melakukannya tidak untuk mengharapkan sesuatu. Mereka melakukannya karena merasa itu adalah hal benar yang harus dilakukan.

Paderewski kemudian menjadi Perdana Menteri Polandia yang sukses. Sayangnya ketika Perang Dunia dimulai, Polandia mengalami kelaparan dan tidak ada uang untuk memberi makan mereka. Paderewski tidak tahu ke mana harus meminta bantuan. Ia meminta bantuan kepada Badan Bantuan dan Makanan Amerika Serikat, yang saat itu diketuai Herbert Hoover.

Herbert Hoover – yang kemudian menjadi Presiden AS – setuju membantu. Dengan cepat dia mengirimkan bantuan makanan untuk memberi makan orang-orang Polandia yang dilanda kelaparan.

Paderewski merasa lega. Persoalan kelaparan terselesaikan dan ia memutuskan untuk bertemu dengan Hoover untuk mengucapkan terima kasih secara pribadi.

Ketika mereka bertemu, Hoover mengatakan, “Anda tidak harus berterima kasih Pak Perdana Menteri. Anda mungkin tidak ingat, tapi beberapa tahun yang lalu, Anda sudah membantu dua mahasiswa yang tak punya uang untuk kuliah. Saya adalah salah satunya.”

Dunia adalah tempat yang indah. Apa pun bisa terjadi!

Sumber: Intisari Online

Jumat, 19 April 2013

Kita Tak Bisa Mendikte Keajaiban

Tidak ada komentar:
Tuhan selalu punya jawaban atas doa seseorang. Jawaban doa itu bisa iya, bisa tidak, atau ...? Tuhan punya rencana yang lebih baik untuk umat-Nya. Seperti dalam kisah berikut ini.
Sumber Foto: Jagatmotivasi.com
Di sebuah pinggir kota, seorang nenek hidup sendirian di sebuah rumah bersahaja. Untuk menyambung hidup, ia berjualan tempe setiap hari. Pada suatu hari, sang nenek terlambat memberi ragi, sehingga tempe tidak matang tepat pada waktunya. Saat daun pisang pembungkus tempe dibuka, kedelai-kedelai masih belum menyatu. Kedelai tersebut masih keras dan belum menjadi tempe.

Hati sang nenek mulai menangis. Apa yang harus dilakukan? Ia tidak bisa membayangkan jika tidak berjualan tempe. Akan memperoleh uang dari mana untuk makan? Dengan air mata yang masih mengalir, sang nenek bersimpuh berdoa.

Setelah selesai berdoa pagi, sang nenek membuka daun pisang pembungkus tempe. Belum ada satu pun yang matang. Keajaiban belum datang, doanya belum dikabulkan. Tetapi sang nenek percaya jika doanya akan terkabul, sehingga dia berangkat ke pasar saat matahari belum bersinar, mengejar rezeki dengan menjual tempe.

Sesampai di pasar, sang nenek kembali membuka pembungkus tempe. Masih belum matang. Tak apa, nenek tersebut terus menunggu hingga matahari bersinar terik. Satu per satu orang yang berbelanja berlalu lalang, tetapi tak satu pun yang mau membeli tempe sang nenek. Matahari terus bergerak hingga para pedagang mulai pulang dan mendapat hasil dari berjualan.

Tempe dagangan penjual lain sudah banyak yang habis, tetapi tempe sang nenek tetap belum matang. Apakah Tuhan sedang marah padaku? Apakah Tuhan tidak menjawab doaku? Air matanya kembali mengalir.

Tiba-tiba, ada seorang ibu yang menghampiri sang nenek. “Apakah tempe yang ibu jual sudah matang?” tanya sang pembeli.

Sang nenek menyeka air mata lalu menggeleng, “Belum, mungkin baru matang besok,” ujarnya.
“Syukurlah. Kalau begitu saya beli semua tempe yang ibu jual. Dari tadi saya mencari tempe yang belum matang, tetapi tidak ada yang menjual,” ujar sang pembeli dengan suara lega.
“Kenapa ibu membeli tempe yang belum matang?” tanya sang nenek dengan heran. Semua orang selalu mencari tempe yang sudah matang.
“Anak laki-laki saya nanti malam berangkat ke Belanda. Dia ingin membawa tempe untuk oleh-oleh karena di sana susah mendapat tempe. Kalau tempe ini belum matang, maka matangnya pas saat anak saya sampai ke Belanda,” ujar sang ibu dengan wajah berbinar.

Inilah jawaban atas doa sang nenek. Tempe-tempe itu tidak langsung matang dengan keajaiban, tetapi dengan jalan lain yang tidak dikira-kira.

Begitulah, Tuhan selalu punya jawaban terbaik untuk doa umat-Nya. Kadang sebuah doa tak langsung mendapat jawaban. Kadang doa seseorang tidak dijawab dengan ‘iya’ karena Tuhan selalu punya rencana terbaik untuk umat-Nya. (BMSPS)

Sumber: Intisari Online

Rabu, 17 April 2013

Anak Adalah Cermin Masa Depan

Tidak ada komentar:
Seorang pria tua yang rapuh tinggal bersama anaknya dan cucunya berusia empat tahun. Tangan orang tua itu bergetar, penglihatannya kabur, dan langkahnya tersendat.
Image: Intisari Online
Keluarga itu setiap malam makan bersama-sama di meja makan. Tapi tangan gemetar kakek tua itu dan penglihatannya yang kabur membuatnya kesulitan makan. Kacang polong selalu meluncur dari sendoknya lalu jatuh ke lantai. Ketika dia memegang gelas susu sering tumpah di meja.

Putra dan menantunya sering kesal karena kekacauan itu. “Kita harus melakukan sesuatu untuk kakek,” kata anaknya. Sudah cukup susu yang tumpah, makan berisik, dan berserakan di lantai. Lalu, suami-isteri itu mengatur sebuah meja kecil di sudut. Di sana, kakek makan sendirian, sementara anggota keluarga yang lain menikmati makan malam di meja makan. Karena takut tumpah, makanan untuk kakek disajikan dalam mangkuk kayu. Kadang-kadang ketika mereka melirik ke arah kakek saat makan, mereka melihat linangan air mata kakek saat makan sendirian. Empat tahun hal itu berlangsung.

Suatu malam sebelum makan malam, sang ayah melihat anaknya bermain dengan potongan-potongan kayu di lantai. Dia bertanya dengan lembut pada si anak, “Apa yang kau buat?” Dengan lembut pula anak itu menjawab, “Oh, saya membuat mangkuk untuk papa dan mama.” Tersenyum, si anak melanjutkan kegiatannya.

Kata-kata itu begitu memukul kedua orangtuanya. Kemudian air mata mulai mengalir di pipi mereka. Meskipun tidak ada yang dapat diucapkan, keduanya tahu apa yang harus dilakukan. Malam itu sang ayah memegang tangan kakek dengan lembut dan membawanya kembali ke meja makan keluarga. Selanjutnya kakek makan bersama keluarga. Lalu, untuk beberapa alasan, suami-istri itu pun tampaknya tak peduli lagi saat garpu jatuh, susu tumpah, atau taplak meja kotor.

Anak-anak sangat peka. Mata mereka selalu mengamati, telinga mereka mendengarkan, dan pikiran mereka memproses pesan-pesan yang tersirat. Jika mereka melihat kesabaran dalam suasana rumah tangga yang bahagia, mereka pun akan meniru sikap tersebut selama sisa hidup mereka. Orangtua yang bijaksana menyadari itu untuk masa depan anak-anak. Mari kita menjadi model peran bagi anak-anak dengan menjadi bijaksana. Mengurus diri sendiri, dan orang yang kita cintai, setiap hari!

Sumber: Intisari-Online.com