tag:blogger.com,1999:blog-51431721429385422892024-03-12T18:33:11.946-07:00World of NiceKebaikan selalu ada dimanapun...Nice Lifeshttp://www.blogger.com/profile/17335471729949142250noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-54354603995377971082013-07-03T04:09:00.000-07:002013-07-03T04:09:02.978-07:00Mampukah Kita Mencintai Tanpa Syarat?<div style="text-align: justify;">Dilihat dari usianya, beliau sudah tidak muda lagi, keseharian pak Suyatno (58 tahun) diisi dengan merawat istrinya yang sakit. Istrinya juga sudah tua, mereka menikah sudah lebih dari 32 tahun dan dikaruniai 4 orang anak.<br />
<br />
Di sinilah awal cobaan menerpa. Setelah istrinya melahirkan anak ke empat, tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi. Setiap hari pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya ke atas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya di depan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.<br />
<br />
Untunglah tempat usaha pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya, sehingga di siang hari dia bisa pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan malamnya dia temani istrinya menonton televisi sambil menceritakan apa saja yang dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan pak Suyatno kurang lebih selama 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka. Sekarang anak-anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.<br />
<br />
Pada suatu hari keempat anak Suyatno berkumpul di rumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu, agar semua anaknya berhasil.Dengan kalimat yg cukup hati-hati anak yang sulung berkata, "Pak, kami ingin sekali merawat ibu, karena semenjak kami kecil kami melihat bapak merawat ibu dengan tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak... bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu". Dengan air mata berlinang, anak itu melanjutkan kata-katanya, "Sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya... Kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini? Kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian...<br />
<br />
Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya, "Anak-anakku... kalau pernikahan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi... Tapi ketahuilah, dengan adanya ibu kalian di samping bapak, itu sudah lebih dari cukup. Dia telah melahirkan kalian..." Sejenak kerongkongannya tersekat, "Kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta, yang tidak dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini. Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaannya sekarang? Kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang sakit?"<br />
<br />
Sejenak meledaklah tangis anak-anak pak Suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata ibu Suyatno.. dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu..<br />
<br />
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa... disaat itulah meledak tangis beliau. Tamu yang hadir di studio yang kebanyakan kaum perempuanpun juga tidak sanggup menahan haru. Di situlah Pak Suyatno bercerita...<br />
<br />
"Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam pernikahannya,tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian), maka itu adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya, bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu... Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama... dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya, apalagi dia sakit...</div><br />
<blockquote><div style="text-align: center;"><b><span style="color: blue;">Cinta diuji pada saat keadaan tidak menyenangkan. Komitmen dan kesetiaan akan terbukti pada saat-saat yang tidak mudah.</span></b></div></blockquote><div style="text-align: center;">Sumber: Jawaban.com</div><br />
<div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "9435581044";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;//</script>
<script src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js" type="text/javascript">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-59331036982932208502013-06-18T23:44:00.000-07:002013-06-18T23:46:19.784-07:00Marahlah Dengan BijakKetika bepergian dengan seorang teman dari Jakarta ke Sukabumi, saya duduk di kursi penumpang sedangkan teman saya menyetir. Jalanan agak ramai. Saat mobil melaju dengan kecepatan sedang, tiba-tiba saja sebuah motor berkelebat menyalip dari sisi kanan mobil dan langsung masuk ke jalur mobil kami karena dari arah berlawanan ada kendaraan yang melaju kencang. Spontan teman saya menginjak rem, membunyikan klakson keras-keras, sambil mengumpat tak terkendali.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLPdIZ8SFusS2etF83sPUspuUsJTZR6tjMLoVozVvDs5V8_BYk__jMC0jOiCnixxNL4MOGniKvjuKzqiMQgFtB2GGXV6iksn1QupAnKy6u9jFj8NrEPQwc7R1L56mOKZkoqL7_BhS7oWWG/s1600/208_marahlah-dengan-bijak.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLPdIZ8SFusS2etF83sPUspuUsJTZR6tjMLoVozVvDs5V8_BYk__jMC0jOiCnixxNL4MOGniKvjuKzqiMQgFtB2GGXV6iksn1QupAnKy6u9jFj8NrEPQwc7R1L56mOKZkoqL7_BhS7oWWG/s320/208_marahlah-dengan-bijak.jpg" /></a></div>Selang beberapa menit, ketika dia sudah tidak emosi saya iseng bertanya. "Memang apa pengaruhnya kalau kamu marah-marah begitu, sambil membunyikan klakson keras-keras? Apakah si pengendara motor berhenti dan minta maaf?"<br />
<br />
Agak terdiam teman saya itu menjawab bahwa marah ia keluarkan sebagai ungkapan kekesalan karena melihat orang ugal-ugalan. Saya pernah mengalami hal serupa. Lalu ditanya pertanyaan serupa. Saya menjawab yang mirip dengan teman saya itu. Si penanya, orang biasa namun sudah sepuh dan mendalami meditasi, tidak membenarkan atau menyalahkan atas sikap dan jawaban saya.<br />
<br />
"Marah memang menjadi pelampiasan atas kekesalan hati. Namun sadarkah bahwa dengan marah kamu kehilangan banyak energi? Pikiran kita menjadi tidak tenang, tidak fokus. Dalam banyak hal, marah bukan solusi. Jika kamu marah-marah sambil mengemudi seperti ini bisa-bisa malah menimbulkan celaka. Lalu, apakah dengan marah-marah lalu lintas menjadi seperti yang kamu inginkan?" bapak di samping saya itu bertutur dalam irama yang terjaga.<br />
<br />
Saya jadi teringat dengan ucapan seorang motivator. "Apa yang di luar kuasamu, lupakanlah. Jangan kamu pikirkan sebab akan menguras energimu." Motivator ini bercerita tentang hilangnya barang-barang berharga miliknya karena dirampok. Setelah melapor ke polisi dia pun melupakannya. Tak mau mengingat-ingat atau menyesali keteledorannya. Buat apa? Begitu katanya. Apakah dengan segala penyesalan atau sumpah serapah ke perampok akan mengembalikan barang-barangnya?<br />
<br />
Semenjak itu saya berusaha untuk meredam marah. Terlebih saat mengendarai kendaraan. Jika sedang dalam kemacetan dan ada mobil lain menyodok ingin merebut posisi ya kalau masih dalam batas kewajaran ya saya biarkan saja. Enjoy aja! Begitu juga jika terpaksa harus berhenti di belakang angkutan kota yang sedang menurunkan penumpang tapi tidak meminggirkan kendaraannya, saya tidak membunyikan klakson berkali-kali. Jika emosi langsung menghirup nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan.<br />
<br />
Seperti kata Aristoteles, semua orang bisa marah. Itu mudah! Akan tetapi, marah dengan orang yang tepat, pada kadar yang sewajarnya, di tempat yang cocok, dan untuk tujuan yang benar ... itu baru susah.<br />
<br />
Sumber: Intisari Online<br />
<span class="fullpost"></span> <script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "9435581044";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;//--></script> <script type="text/javascript" src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-88331567002722538162013-04-21T22:05:00.000-07:002013-04-21T22:05:00.225-07:00Dunia Adalah Tempat TerindahKisah nyata ini terjadi pada tahun 1892 di Stanford University.<br />
<br />
Seorang mahasiswa yatim piatu 18 tahun berjuang keras untuk membiayai hidupnya. Ia bersama seorang temannya bermaksud menyelenggarakan konser musik untuk biaya pendidikan mereka.<br />
<br />
Mereka mengajak pianis besar Ignacy J. Paderewski. Manajernya menuntut biaya sebesar AS$2.000 untuk resital piano. Kesepakatan terjadi dan anak-anak mulai bekerja keras membuat konser sukses.<br />
<br />
Sayangnya, saat hari pertunjukan tiba, mereka tidak berhasil menjual cukup tiket untuk membayar sang pianis. Mereka hanya berhasil mengumpulkan AS$1.600. Mereka pun menjelaskan kepada Paderewski. Mereka memberi seluruh AS$1.600 dan berjanji akan mendapatkan kekurangan AS$400.<br />
<br />
"Tidak bisa Nak! Ambil saja semua untuk kebutuhanmu. Jika ada sisa baru untuk saya," kata Paderewski. Bagi seorang besar seperti Paerewski, itu hanyalah tindakan kecil. Namun membuatnya spesial.<br />
<br />
Mengapa ia harus membantu dua orang yang tidak dikenalnya? Kita semua sering menemukan situasi seperti ini dalam hidup kita. Lalu kebanyakan dari kita berpikir, “Jika saya membantu mereka, apa yang akan terjadi pada saya?” Sementara, orang-orang besar berpikir, “Jika saya tidak membantu mereka, apa yang akan terjadi pada mereka?” Mereka melakukannya tidak untuk mengharapkan sesuatu. Mereka melakukannya karena merasa itu adalah hal benar yang harus dilakukan.<br />
<br />
Paderewski kemudian menjadi Perdana Menteri Polandia yang sukses. Sayangnya ketika Perang Dunia dimulai, Polandia mengalami kelaparan dan tidak ada uang untuk memberi makan mereka. Paderewski tidak tahu ke mana harus meminta bantuan. Ia meminta bantuan kepada Badan Bantuan dan Makanan Amerika Serikat, yang saat itu diketuai Herbert Hoover.<br />
<br />
Herbert Hoover – yang kemudian menjadi Presiden AS – setuju membantu. Dengan cepat dia mengirimkan bantuan makanan untuk memberi makan orang-orang Polandia yang dilanda kelaparan.<br />
<br />
Paderewski merasa lega. Persoalan kelaparan terselesaikan dan ia memutuskan untuk bertemu dengan Hoover untuk mengucapkan terima kasih secara pribadi.<br />
<br />
Ketika mereka bertemu, Hoover mengatakan, “Anda tidak harus berterima kasih Pak Perdana Menteri. Anda mungkin tidak ingat, tapi beberapa tahun yang lalu, Anda sudah membantu dua mahasiswa yang tak punya uang untuk kuliah. Saya adalah salah satunya.”<br />
<br />
Dunia adalah tempat yang indah. Apa pun bisa terjadi!<br />
<br />
Sumber: Intisari Online<br />
<div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;//</script>
<script src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js" type="text/javascript">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-75703340512381398282013-04-19T20:28:00.000-07:002013-04-19T20:28:00.581-07:00Kita Tak Bisa Mendikte KeajaibanTuhan selalu punya jawaban atas doa seseorang. Jawaban doa itu bisa iya, bisa tidak, atau ...? Tuhan punya rencana yang lebih baik untuk umat-Nya. Seperti dalam kisah berikut ini.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmAzshfXZSYtpwtis8FOxZLXR-Po7s4D8ne4sfC1apLt4GYyyiE-vwDC3tp3Y1tnNmvt7INWx4zIcCEG8CIWprF1_7q3y9bAdgvhSTtH-X3NDrnx-kir4uR95gyt-Gsj-bD2GB7e7B874e/s1600/jual-tempe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmAzshfXZSYtpwtis8FOxZLXR-Po7s4D8ne4sfC1apLt4GYyyiE-vwDC3tp3Y1tnNmvt7INWx4zIcCEG8CIWprF1_7q3y9bAdgvhSTtH-X3NDrnx-kir4uR95gyt-Gsj-bD2GB7e7B874e/s1600/jual-tempe.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber Foto: Jagatmotivasi.com</td></tr>
</tbody></table>Di sebuah pinggir kota, seorang nenek hidup sendirian di sebuah rumah bersahaja. Untuk menyambung hidup, ia berjualan tempe setiap hari. Pada suatu hari, sang nenek terlambat memberi ragi, sehingga tempe tidak matang tepat pada waktunya. Saat daun pisang pembungkus tempe dibuka, kedelai-kedelai masih belum menyatu. Kedelai tersebut masih keras dan belum menjadi tempe.<br />
<br />
Hati sang nenek mulai menangis. Apa yang harus dilakukan? Ia tidak bisa membayangkan jika tidak berjualan tempe. Akan memperoleh uang dari mana untuk makan? Dengan air mata yang masih mengalir, sang nenek bersimpuh berdoa.<br />
<br />
Setelah selesai berdoa pagi, sang nenek membuka daun pisang pembungkus tempe. Belum ada satu pun yang matang. Keajaiban belum datang, doanya belum dikabulkan. Tetapi sang nenek percaya jika doanya akan terkabul, sehingga dia berangkat ke pasar saat matahari belum bersinar, mengejar rezeki dengan menjual tempe.<br />
<br />
Sesampai di pasar, sang nenek kembali membuka pembungkus tempe. Masih belum matang. Tak apa, nenek tersebut terus menunggu hingga matahari bersinar terik. Satu per satu orang yang berbelanja berlalu lalang, tetapi tak satu pun yang mau membeli tempe sang nenek. Matahari terus bergerak hingga para pedagang mulai pulang dan mendapat hasil dari berjualan.<br />
<br />
Tempe dagangan penjual lain sudah banyak yang habis, tetapi tempe sang nenek tetap belum matang. Apakah Tuhan sedang marah padaku? Apakah Tuhan tidak menjawab doaku? Air matanya kembali mengalir.<br />
<br />
Tiba-tiba, ada seorang ibu yang menghampiri sang nenek. “Apakah tempe yang ibu jual sudah matang?” tanya sang pembeli.<br />
<br />
Sang nenek menyeka air mata lalu menggeleng, “Belum, mungkin baru matang besok,” ujarnya.<br />
“Syukurlah. Kalau begitu saya beli semua tempe yang ibu jual. Dari tadi saya mencari tempe yang belum matang, tetapi tidak ada yang menjual,” ujar sang pembeli dengan suara lega.<br />
“Kenapa ibu membeli tempe yang belum matang?” tanya sang nenek dengan heran. Semua orang selalu mencari tempe yang sudah matang.<br />
“Anak laki-laki saya nanti malam berangkat ke Belanda. Dia ingin membawa tempe untuk oleh-oleh karena di sana susah mendapat tempe. Kalau tempe ini belum matang, maka matangnya pas saat anak saya sampai ke Belanda,” ujar sang ibu dengan wajah berbinar.<br />
<br />
Inilah jawaban atas doa sang nenek. Tempe-tempe itu tidak langsung matang dengan keajaiban, tetapi dengan jalan lain yang tidak dikira-kira.<br />
<br />
Begitulah, Tuhan selalu punya jawaban terbaik untuk doa umat-Nya. Kadang sebuah doa tak langsung mendapat jawaban. Kadang doa seseorang tidak dijawab dengan ‘iya’ karena Tuhan selalu punya rencana terbaik untuk umat-Nya. (BMSPS)<br />
<br />
Sumber: Intisari Online<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;//</script>
<script src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js" type="text/javascript">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-20869647903779840892013-04-17T04:17:00.001-07:002013-04-17T20:28:23.522-07:00Anak Adalah Cermin Masa DepanSeorang pria tua yang rapuh tinggal bersama anaknya dan cucunya berusia empat tahun. Tangan orang tua itu bergetar, penglihatannya kabur, dan langkahnya tersendat.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwSaZNQ_yC0gDZDd3DUzWPHuianHwGc3CcXGcFUtEIzLYceWwdUQMWUK6cvLrplKY7aG9V-niYQmz-7nd67gIZQ61ryIADYBEHLxztQdhD5xZjrnX5_3ZN2dfO5cyinn0NcppZA-48XwV3/s1600/anak-dan-cermin.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwSaZNQ_yC0gDZDd3DUzWPHuianHwGc3CcXGcFUtEIzLYceWwdUQMWUK6cvLrplKY7aG9V-niYQmz-7nd67gIZQ61ryIADYBEHLxztQdhD5xZjrnX5_3ZN2dfO5cyinn0NcppZA-48XwV3/s320/anak-dan-cermin.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="color: #0000ee;">Image: Intisari Online</span></td></tr>
</tbody></table>Keluarga itu setiap malam makan bersama-sama di meja makan. Tapi tangan gemetar kakek tua itu dan penglihatannya yang kabur membuatnya kesulitan makan. Kacang polong selalu meluncur dari sendoknya lalu jatuh ke lantai. Ketika dia memegang gelas susu sering tumpah di meja.<br />
<br />
Putra dan menantunya sering kesal karena kekacauan itu. “Kita harus melakukan sesuatu untuk kakek,” kata anaknya. Sudah cukup susu yang tumpah, makan berisik, dan berserakan di lantai. Lalu, suami-isteri itu mengatur sebuah meja kecil di sudut. Di sana, kakek makan sendirian, sementara anggota keluarga yang lain menikmati makan malam di meja makan. Karena takut tumpah, makanan untuk kakek disajikan dalam mangkuk kayu. Kadang-kadang ketika mereka melirik ke arah kakek saat makan, mereka melihat linangan air mata kakek saat makan sendirian. Empat tahun hal itu berlangsung.<br />
<br />
Suatu malam sebelum makan malam, sang ayah melihat anaknya bermain dengan potongan-potongan kayu di lantai. Dia bertanya dengan lembut pada si anak, “Apa yang kau buat?” Dengan lembut pula anak itu menjawab, “Oh, saya membuat mangkuk untuk papa dan mama.” Tersenyum, si anak melanjutkan kegiatannya.<br />
<br />
Kata-kata itu begitu memukul kedua orangtuanya. Kemudian air mata mulai mengalir di pipi mereka. Meskipun tidak ada yang dapat diucapkan, keduanya tahu apa yang harus dilakukan. Malam itu sang ayah memegang tangan kakek dengan lembut dan membawanya kembali ke meja makan keluarga. Selanjutnya kakek makan bersama keluarga. Lalu, untuk beberapa alasan, suami-istri itu pun tampaknya tak peduli lagi saat garpu jatuh, susu tumpah, atau taplak meja kotor.<br />
<br />
Anak-anak sangat peka. Mata mereka selalu mengamati, telinga mereka mendengarkan, dan pikiran mereka memproses pesan-pesan yang tersirat. Jika mereka melihat kesabaran dalam suasana rumah tangga yang bahagia, mereka pun akan meniru sikap tersebut selama sisa hidup mereka. Orangtua yang bijaksana menyadari itu untuk masa depan anak-anak. Mari kita menjadi model peran bagi anak-anak dengan menjadi bijaksana. Mengurus diri sendiri, dan orang yang kita cintai, setiap hari!<br />
<br />
Sumber: Intisari-Online.com<br />
<div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;//</script>
<script src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js" type="text/javascript">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-72557372667121109582012-04-24T10:59:00.001-07:002012-04-28T22:50:09.681-07:00Dibayar Lunas Dengan Segelas SusuSuatu hari, seorang pemuda miskin, yang menjual barang dari pintu ke pintu untuk membiayai sekolahnya, menemukan dirinya hanya memiliki uang sepeser dan dia kelaparan. Dia akhirnya memutuskan untuk meminta makan di rumah selanjutnya. Namun, dia kehilangan keberaniannya ketika seorang wanita muda cantik membuka pintu rumah. Alih-alih meminta makan, pemuda itu hanya meminta segelas air putih. Wanita itu berpikir bahwa pemuda itu terlihat kelaparan jadi dia membawakannya segelas besar susu. Pemuda itu meminumnya pelan-pelan, dan kemudian bertanya, “Berapa saya berhutang kepada Anda?”<br />
<br />
”Kamu tidak berhutang apa-apa kepada saya,” jawab wanita itu. “Ibu saya selalu mengingatkan kami untuk tidak pernah menerima bayaran atas kebaikan yang kami lakukan.”<br />
<br />
Pemuda itu kemudian berkata.. “Kalau begitu, saya berterima kasih dari hati saya yang terdalam.”<br />
<br />
Pemuda itu bernama Howard Kelly, dia kemudian meninggalkan rumah itu bukan hanya dengan fisik yang lebih kuat, namun juga imannya kepada Tuhan dan orang lain. Sebelumnya, dia sudah ingin menyerah dan berhenti.<br />
<br />
Bertahun-tahun kemudian, wanita muda tadi mengalami sebuah penyakit kritis. Dokter setempat tidak mampu menanganinya. Mereka kemudian mengirimnya ke kota besar dimana ada spesialis yang dapat menangani penyakitnya yang aneh.<br />
<br />
Dr. Howard Kelly dipanggil untuk memberikan konsultasi. Ketika dia mendengar nama kota asal wanita tersebut, sebuah Cahaya aneh memenuhi matanya. Dengan cepat ia bangun dan turun ke aula rumah sakit menuju kamar wanita itu.<br />
<br />
Menggunakan pakaian dokternya dia mengunjungi wanita tersebut. Dr. Kelly langsung mengenali wanita itu, dia kemudian kembali ke ruang konsultasinya dan memutuskan untuk melakukan yang terbaik untuk menyelamatakan nyawanya. Mulai hari itu dia memberikan perhatian khusus kepada kasus wanita tersebut.<br />
<br />
Setelah berjuangan selama beberapa waktu lamanya, akhirnya pertempuran dimenangkan.<br />
<br />
Dr. Kelly kemudian meminta bagian administrasi untuk menagihkan biaya pengobatan wanita tersebut kepadanya. Dia kemudian melihat tagihan tersebut, kemudian menuliskan sesuatu di tagihan tersebut, lalu tagihan tersebut di kirim ke ruangan wanita tersebut. Wanita itu sangat takut untuk membuka tagihan itu, dia yakin membutuhkan seluruh sisa hidupnya untuk membayar biaya pengobatan itu. Akhirnya dia membuka amplop tagihan itu, dan sesuatu menarik perhatiannya di sisi tagihan itu. Dia membaca kalimat ini…<br />
<br />
“Dibayar lunas dengan segelas susu.” – tanda tangan – Dr. Howard Kelly.<br />
<br />
Air mata sukacita mengalir di wajah wanita tersebut, dengan bahagia dia berdoa: “Terima kasih Tuhan, karena cinta-Mu telah menyebar melalui hati dan tangan manusia.”<br />
<br />
Setiap kemurahan hati yang kita tabur, pasti akan kita tuai. Mungkin tidak selalu seperti kisah di atas, kita tidak selalu menerima timbal balik dari orang yang kita tolong, namun percayalah bahwa Tuhan memiliki banyak cara untuk menunjukkan kemurahan hati-Nya kepada Anda.<br />
<div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;//--></script> <script type="text/javascript" src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-23695215045564598032012-04-15T11:47:00.002-07:002012-04-28T22:55:37.972-07:00Saat Memberi, Saat MenerimaSore hari, Jumat, 30 Oktober 2009, merencanakan untuk pulang dari kantor agak sore. Saat waktu mendekati jam pulang kantor, mendadak ada telpon dari teman di lantai 3, dia minta dibuatkan newsletter untuk dikirimkan sore itu juga. "Yah, alamat nglembur deh," kataku dalam hati.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUuhjunDLK4946vVVjoMQXSvIQ8OlG2RTJH3l_lJ8LmtLkNPGtd1O-4cqaii7zu8QN00JkW9RlqmjQWSL7w7FP1SBtPkxAqBVDstO84VuhrFtMlMLxdnD5nvMeKBMG10LrvHyvDP5axPjm/s1600/take-give.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="178" width="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUuhjunDLK4946vVVjoMQXSvIQ8OlG2RTJH3l_lJ8LmtLkNPGtd1O-4cqaii7zu8QN00JkW9RlqmjQWSL7w7FP1SBtPkxAqBVDstO84VuhrFtMlMLxdnD5nvMeKBMG10LrvHyvDP5axPjm/s200/take-give.jpg" /></a></div>Singkat cerita, pekerjaan tambahan itu akhirnya selesai, walaupun belum 100%, sekitar jam 20.30. Dengan santai, walaupun akhirnya pulang agak malam, aku berjalan keluar dari kantor dan menyusuri Jl. Panjang menuju ke halte busway, seperti biasanya. Capek dan ngantuk banget rasanya.<br />
<br />
Menjelang perempatan Kedoya Duri Raya terdengar ada seseorang menghampiriku -awalnya kukira penipu yang mo nawarin barang pameran seperti yang pernah 2 kali kutemui- dari arah belakang, "Mas, kalo jalan ke arah Parung ke arah mana ya?" tanya seorang pria bertampang lusuh dan tampak kelelahan.<br />
<br />
"Parung Bogor maksudnya?" aku coba memastikan.<br />
<br />
"Iya mas, daerah Bogor," jawabnya kemudian.<br />
<br />
"Tinggal lurus aja kalau mau ke Parung. Naik bis aja dulu ke Lebak Bulus, baru dari situ ada angkutan yang ke arah Parung," kataku menjelaskan.<br />
<br />
"Jauh nggak mas jaraknya dari sini ke Lebak Bulus?" dia bertanya lebih lanjut.<br />
<br />
"Wah, jauh banget. Mendingan naik bis aja dulu dari sini," jawabku.<br />
<br />
"Ya sudah mas. Terima kasih. Insya Allah saya jalan kaki saja," katanya mengakhiri percakapan.<br />
<br />
Jujur kuakui jawaban yang dia berikan saat itu cukup membuatku terkaget-kaget dan berpikir. "Waduh, ini orang mau jalan kaki sampe Parung. Niat banget. Apa orang lagi prihatin ya? Atau jangan-jangan orang lagi kehabisan ongkos," dalam hati aku bertanya-tanya. Dia kemudian berjalan mendahului aku. Tidak lama setelah melewati perempatan lampu merah, aku terus memperhatikannya sambil mempelajari gerak-geriknya, karena aku sendiri agak penasaran dan ingin mengetahui apakah memang dia sedang kehabisan ongkos.<br />
<br />
Sekitar 20 meter dari lampu aku melihat dia berjalan sambil memegangi pinggangnya dan tampak terengah-engah. Indikasi awal bahwa dia memang kehabisan ongkos dan secara fisik sudah kelelahan. Dan aku tergoda untuk bertaruh, kalau dia berhenti di halte yang tidak jauh dari situ maka aku akan menghampirinya dan menanyakan permasalahannya yang sebenarnya, namun bila tidak maka dia tidak seperti yang aku duga.<br />
<br />
Ternyata dugaanku benar, dia berhenti dan duduk di halte. Aku pun kemudian menghampirinya dan berkata,"Mas beneran mau jalan kaki ke Lebak Bulus? Jauh banget lho."<br />
<br />
"Iya mas. Insya Allah saya sampai," jawabnya dengan nada yang agak bergetar.<br />
<br />
"Kenapa nggak naik bis aja mas. Beneran lho, jauh banget jaraknya," kataku kemudian untuk memancingnya mengatakan permasalahannya yang sebenarnya.<br />
<br />
Perkataanku tersebut akhirnya membuatnya berterus terang bahwa dia sudah tidak memiliki apa-apa lagi untuk bekal perjalanannya sampai Parung Bogor. "Yah, mau gimana lagi mas, saya sudah ga punya bekal apa-apa lagi. Insya Allah saya akan jalan kaki saja," katanya dengan suara yang serak.<br />
<div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "2891838017";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 15;
//-->
</script><br />
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div><br />
Detik berikutnya, rasa iba benar-benar menguasaiku, sehingga tanpa berpikir dua kali aku menarik dompet yang ada di saku belakang celanaku dan memberikan sejumlah uang kepadanya sambil berkata,"Kamu ambil dan pegang uang ini. Moga-moga cukup untuk bekalmu." Dan reaksi yang dia tunjukkan semakin meyakinkanku bahwa dia memang sedang bingung, kelelahan, dan putus asa. Dengan suara yang bergetar dan raut muka yang dipenuhi oleh rasa syukur dia berkata,"Mas, apakah ini benar. Ini banyak sekali."<br />
<br />
"Sudahlah, tidak apa-apa," kataku untuk meyakinkannya.<br />
<br />
Dan kejadian berikutnya sungguh diluar perkiraanku. Dia kemudian menunduk, seakan-akan ingin menyembah mencium kakiku, namun aku cegah, dan kemudian dia mengungkapkan rasa terima kasihnya dengan meraih tanganku dan menciumnya, sambil berkata berulang-ulang,"Alhamdullilah, terima kasih banyak mas. Dengan apa saya bisa membalas ini semua."<br />
<br />
Aku sendiri jadi kikuk diperlakukan seperti itu.<br />
<br />
Kemudian aku menawarkan kepadanya untuk turut serta bersamaku naik busway menuju ke Lebak Bulus. Dia tampak ragu-ragu. Namun kuyakinkan bahwa akan lebih baik kalau dia ikut bersamaku, dan dia pun akhirnya menyetujuinya. Kebetulan bis yang kami tumpangi dalam keadaan kosong sehingga kami bisa banyak berdialog. Sepanjang perjalanan tidak henti-hentinya dia mengucapkan terima kasih kepadaku dan bersyukur kepada Yang Mahakuasa. Dalam perjalanan itu pula kami banyak banyak berdialog. Dari situ aku mengetahui bahwa dia sedang dalam perjalanan mencari adik perempuannya yang sudah lama tidak ada kabarnya. Adiknya yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di bilangan Jelambar pun tidak berhasil dia temui karena sudah pindah kerja dan mantan majikannya juga tidak mengetahui dimana tempat kerjanya yang baru. Akhirnya diapun berencana kembali ke rumahnya di daerah Parung Bogor.<br />
<br />
Mungkin karena buta daerah Jakarta, dia bingung dan nyasar. Jalan kaki adalah pilihan terakhir yang dia punya setelah kehabisan bekal dan tidak berhasil mendapatkan pertolongan dari anggota kepolisian yang dia temui di daerah Grogol.<br />
<br />
Menjelang pukul 21.30 kami sampai di Lebak Bulus. “Tiketnya nanti diberikan ke siapa mas? dia bertanya ketika kami baru melangkah keluar dari bis.<br />
<br />
“Kita sudah sampai jadi tiket itu tidak diperlukan lagi. Disimpan aja juga boleh, buat kenang-kenanganmu,” jawabku.<br />
<br />
Kemudian kami berjalan ke luar terminal menunggu angkot jurusan Parung. Ketika kuraba saku jaketku, aku menemukan obat masuk angin yang tadi siang aku beli buat jaga-jaga. Kupikir dia akan membutuhkannya maka kuberikan saja obat itu.<br />
<br />
Melihat keadaan seputar terminal Lebak Bulus pada malam hari memang baru pertama kali itu bagiku. Aku melihat dan merasakan banyak sekali “mata lapar” yang siap untuk memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Oleh karena itu aku jadi meningkatkan kewaspadaan dan berkata kepadanya,”Kamu kalau di Jakarta jangan seperti orang kebingungan, nanti bisa diincar dan dikerjain orang jahat.”<br />
<br />
Aku ajak dia untuk mengamati keadaan sekitar sambil menunggu angkot, walaupun sebenarnya tujuanku sebenarnya adalah untuk memilihkan angkot yang aman untuknya. Sempat pula aku belikan bekal makanan dan minum sederhana yang diterima dengan sukacita olehnya.<br />
<br />
Selama waktu menunggu itulah aku melihat salah satu “mata lapar” yang ada di dalam angkot jurusan Parung. Sekitar 10 menit kemudian kutemukan angkot yang kurasa cukup aman untuknya. Kusarankan dia untuk segera naik dan dia pun segera naik sambil kembali mengucapkan terima kasih atas semua pertolongan yang kuberikan. Tidak lama kemudian angkot tersebut berangkat dan lambaian tangan terakhir kuberikan kepadanya bersama doa semoga dia selamat sampai di rumahnya.<br />
<br />
Aku pun melanjutkan perjalanan pulang dengan penuh rasa syukur karena diberi kesempatan untuk menolong orang lain dan nggak jadi ngedumel karena pulang malem lagi. RencanaNya memang luar biasa. Aku menarik pelajaran hidup dari pengalaman hari ini. Ada saatnya aku membutuhkan pertolongan orang lain dan ada saatnya aku menjadi penolong bagi orang lain. Apapun yang kumiliki, sekecil apapun, ternyata bisa menjadi sesuatu yang sangat besar artinya bagi orang lain. Menentukan saat yang tepat untuk bertindak memang menjadi sesuatu yang rumit ketika suara hati berbicara namun kita enggan atau ragu-ragu mendengarkannya.<br />
<br />
<span class="fullpost"></span><div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;
//-->
</script><br />
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-28924548062316603442009-06-16T07:42:00.000-07:002012-04-28T23:09:38.890-07:00Ayah Dan Anak<div style="text-align: justify;">Ada seorang ayah yang mempunyai seorang anak. Ia sangat menyayangi anaknya. Suatu hari ketika si anak diajaknya keluar naik mobil, mereka pulang sangat larut. Di tengah jalan, si anak melepas seatbelt-nya karena merasa sangat gerah. Ayahnya meminta anaknya untuk memakainya kembali tapi si anak menolak.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWyF4VFW229Cdl-JAPd5kCtinQvWaw6OpWDZ-uCfgFKURD3T4p0xqrosEc6f-6CD65U_kGXj1QDUAU3FiXVjM5d0r2bCExJNT1F6Jn3roN_kNlmeK2hZwlUWK880JMif6ty94Jt4t-x_4g/s1600/ayah-anak.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="150" width="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWyF4VFW229Cdl-JAPd5kCtinQvWaw6OpWDZ-uCfgFKURD3T4p0xqrosEc6f-6CD65U_kGXj1QDUAU3FiXVjM5d0r2bCExJNT1F6Jn3roN_kNlmeK2hZwlUWK880JMif6ty94Jt4t-x_4g/s200/ayah-anak.jpg" /></a></div>Dan benarlah ketika sampai di sebuah tikungan, tiba-tiba muncul sebuah sepeda motor yang menyebabkan mobil mereka harus mengerem dengan sangat mendadak. Ayahnya selamat, sedangkan anaknya terlempar keluar melalui kaca depan dengan kepala duluan dan membentur aspal.<span class="fullpost"><br />
<br />
Langsung saja dilarikan ke rumah sakit. Si anak menderita gegar otak yang cukup parah dan akhirnya harus buta, bisu dan tuli. Si ayah hanya bisa memeluk sambil menangis. Karena anaknya tidak akan bisa mendengar, tidak bisa melihat dan tidak bisa berbicara lagi.<br />
<br />
Begitulah kehidupan ayah-anak itu.... Dia senantiasa menjaga anaknya.....<br />
<br />
Suatu ketika anaknya minta es, ayahnya tidak memberikannya karena ayahnya tahu ia sedang panas dalam dan es akan memperparah penyakitnya. ....<br />
<br />
Di suatu musim dingin, anaknya ingin berjalan ke tempat yang hangat tetapi langsung dicegahnya karena ternyata "tempat hangat" itu adalah sebuah gubuk yang sedang terbakar....<br />
<br />
Di kesempatan lain, ayahnya membuang liontin kesukaan anak itu. Akibatnya si anak ngambek satu minggu.. Ayahnya sedih sekali karena ia ingin memberitahu anaknya kalau liontin itu sudah berkarat dan bisa melukai dirinya. Tapi keterbatasan komunikasi membuat si anak menyalahkan ayahnya....<br />
<br />
Apa daya yang bisa dilakukan sang ayah? Anaknya tidak bisa melihat, mendengar maupun berbicara. Ia sangat rindu sekali untuk bersama-sama dengan anaknya dan bermain-main seperti ayah-anak pada umumnya....<br />
<br />
MyFriendz...apakah saat ini hubungan kita dengan Allah Bapa seperti ayah dan anak itu?<br />
<br />
Ketika Tuhan mengingatkan kita untuk memakai seatbelt itu, kita melepasnya karena dirasa terlalu ketat dan memaksa....<br />
<br />
Ketika Tuhan meminta kita untuk taat, kita malah melanggarnya.. Akibatnya, kita Semakin jauh dari Tuhan, jatuh ke dalam dosa, sehingga beberapa dari berkat kita harus diambil.....<br />
<br />
Sudah begitu, Kita semakin sulit berkomunikasi dengan Allah Bapa. Kita selalu mengeluh, mengapa begini, mengapa begitu.. Seolah-olah yang kita inginkan selalu saja dicegah oleh Allah Bapa. Padahal, tahukah kita kalau Allah Bapa sedang menjauhkan kita dari sesuatu yang berbahaya? Seandainya kita selalu berkomunikasi denganNya lewat doa-doa kita setiap hari, kita akan bisa tahu alasan mengapa Allah Bapa seperti ini kepada kita....<br />
<br />
Jangan pernah mencoba melepas seatbelt rohani itu ketika kamu masih dalam sebuah mobil kehidupan yang melaju kencang di jalan raya....<br />
<br />
Jangan pernah menyalahkan Tuhan. Ia tidak sejahat itu. Semua rancanganNya adalah indah pada waktuNya...<br />
<br />
Komunikasi-lah selalu dengan Tuhan setiap hari. Ambil saat teduh untuk bercakap-cakap dengan Tuhan dan jadilah anakNya yang taat....<br />
AMIEN... ^_^<br />
<br />
<span style="font-style:italic;">Source : Milis Diskusi Katolik <br />
Posted by : Sung_Djuniati@xxxxxxxxxxxxxx.com</span><br />
</span></div><br />
<div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;
//-->
</script> <script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-17351358350050224832009-05-04T02:45:00.000-07:002012-04-28T23:10:50.801-07:00Anak Kecil Penjaja Kue<div style="text-align: justify;">Seorang pemuda yang sedang lapar pergi menuju restoran jalanan dan iapun menyantap makanan yang telah dipesan.<br />
<br />
Saat pemuda itu makan datanglah seorang anak kecil laki-laki menjajakan kue kepada pemuda tersebut, "Pak mau beli kue, Pak?" Dengan ramah pemuda yang sedang makan menjawab "Tidak, saya sedang makan".<br />
<br />
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjVlBT4zLol8gZOuOAky82ZGAnNniUnck4cxYeJuA4bxsduYWgaGPswjty49Zev83l89wF7KX0Tv36eVtHiF6_Uotv2rIcprX-MHkzXaaTfi7uUOJ0599tDBee9cp0qyAez1CoVSPPbInl/s1600/anak-jual-kue.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjVlBT4zLol8gZOuOAky82ZGAnNniUnck4cxYeJuA4bxsduYWgaGPswjty49Zev83l89wF7KX0Tv36eVtHiF6_Uotv2rIcprX-MHkzXaaTfi7uUOJ0599tDBee9cp0qyAez1CoVSPPbInl/s200/anak-jual-kue.jpg" width="177" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sumber gambar ilustrasi: Google</td></tr>
</tbody></table>Anak kecil tersebut tidaklah berputus asa dengan tawaran pertama. Ia tawarkan lagi kue setelah pemuda itu selesai makan, pemuda tersebut menjawab "Tidak dek saya sudah kenyang".<br />
<br />
Setelah pemuda itu membayar ke kasir dan beranjak pergi dari warung kaki lima, anak kecil penjaja kue tidak menyerah dengan usahanya yang sudah hampir seharian menjajakan kue buatan bunda.<span class="fullpost"><br />
<br />
Mungkin anak kecil ini berpikir "Saya coba lagi tawarkan kue ini kepada bapak itu, siapa tahu kue ini dijadikan oleh-oleh buat orang dirumah". Ini adalah sebuah usaha yang gigih membantu ibunda untuk menyambung kehidupan yang serba pas-pasan ini.<br />
<br />
Saat pemuda tadi beranjak pergi dari warung tersebut anak kecil penjaja kue menawarkan ketiga kali kue dagangan. "Pak mau beli kue saya?", pemuda yang ditawarkan jadi risih juga untuk menolak yang ketiga kalinya, kemudian ia keluarkan uang Rp 1.500,- dari dompet dan ia berikan sebagai sedekah saja. "Dik ini uang saya kasih, kuenya nggak usah saya ambil, anggap saja ini sedekahan dari saya buat adik".<br />
<br />
Lalu uang yang diberikan pemuda itu ia ambil dan diberikan kepada pengemis yang sedang meminta-minta.<br />
<br />
Pemuda tadi jadi bingung, lho ini anak dikasih uang kok malah dikasihkan kepada orang lain. "Kenapa kamu berikan uang tersebut, kenapa tidak kamu ambil?".<br />
<br />
Anak kecil penjaja kue tersenyum lugu menjawab, "Saya sudah berjanji sama ibu di rumah, ingin menjualkan kue buatan ibu, bukan jadi pengemis, dan saya akan bangga pulang ke rumah bertemu ibu kalau kue buatan ibu terjual habis. Dan uang yang saya berikan kepada ibu hasil usaha kerja keras saya. Ibu saya tidak suka saya jadi pengemis".<br />
<br />
Pemuda tadi jadi terkagum dengan kata-kata yang diucapkan anak kecil penjaja kue yang masih sangat kecil buat ukuran seorang anak yang sudah punya etos kerja bahwa "kerja itu adalah sebuah kehormatan", kalau dia tidak sukses bekerja menjajakan kue, ia berpikir kehormatan kerja di hadapan ibunya mempunyai nilai yang kurang.<br />
<br />
Suatu pantangan bagi ibunya, bila anaknya menjadi pengemis, ia ingin setiap ia pulang ke rumah melihat ibu tersenyum menyambut kedatangannya dan senyuman bunda yang tulus ia balas dengan kerja yang terbaik dan menghasilkan uang.<br />
<br />
Kemudian pemuda tadi memborong semua kue yang dijajakan lelaki kecil, bukan karena ia kasihan, bukan karena ia lapar tapi karena prinsip yang dimiliki oleh anak kecil itu "kerja adalah sebuah kehormatan", ia akan mendapatkan uang kalau ia sudah bekerja dengan baik.<br />
<br />
CATATAN :<br />
<br />
Semoga cerita di atas bisa menyadarkan kita tentang arti pentingnya kerja. Bukan sekadar untuk uang semata. Jangan sampai mata kita menjadi "hijau" karena uang sampai akhirnya melupakan apa arti pentingnya kebanggaan profesi yg kita miliki.<br />
<br />
Sekecil apapun profesi itu, kalau kita kerjakan dengan sungguh-sungguh, pasti akan berarti besar.</span></div><div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;
//-->
</script><br />
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-49726876167011746492009-04-21T03:52:00.000-07:002012-04-28T23:11:46.280-07:00Titik Hitam Di Atas Kertas Putih<div style="text-align: justify;">Bertahun-tahun yang lalu hingga sekitar beberapa bulan yang lalu, terus terang saya menjadi seorang yang merasa kehidupan dunia ini datar-datar saja, tidak ada yang istimewa dan layak disyukuri. Bagi saya saat tidurlah suatu kebahagiaan terindah. Entahlah, saya begitu menyesal atas apa yang saya miliki, istri, pekerjaan, kehidupan, kemampuan serta fisik yang saya miliki sepertinya tidak sesuai harapan. Saya selalu merasa menjadi orang yang KEKURANGAN di dunia ini. Semakin kuat saya berusaha untuk merubah keadaan, yang saya terima adalah semakin banyak kekecewaan. Saya tidak tahu harus memulai dari mana, hingga suatu saat seorang "sahabat" memberikan suatu nasehat yang sungguh luar biasa dan memberikan suatu gambaran utuh tentang sebuah arti syukur dalam kehidupan. Di suatu tempat aku dan sahabatku berbincang-bincang ...<span class="fullpost"> "Ya... aku mengerti apa yang kau alami, tidak hanya kamu aku pun sendiri pernah mengalami dan mungkin banyak orang lainnya, sekarang aku akan ambil satu kertas putih kosong dan aku tunjukkan padamu, apa yang kamu lihat?" ucap sahabatku.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7OcixpLT_u0f7K-00T-6xPfRYm2KrXo_simmovj0bzDggcn6Kr_fWGfbjC6uyeU8O9JExLdJ7MnuuzuyeSC-OpLQ0-LS-ZHQdEY99X7ptVMECqkSyU2Ojjg70jRz_k8Dq0M_M5JiwweXp/s1600/titik-hitam.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="200" width="170" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7OcixpLT_u0f7K-00T-6xPfRYm2KrXo_simmovj0bzDggcn6Kr_fWGfbjC6uyeU8O9JExLdJ7MnuuzuyeSC-OpLQ0-LS-ZHQdEY99X7ptVMECqkSyU2Ojjg70jRz_k8Dq0M_M5JiwweXp/s200/titik-hitam.jpg" /></a></div><br />
<br />
"Aku tidak melihat apa-apa semuanya putih," jawabku lirih.<br />
<br />
Sambil mengambil spidol hitam dan membuat satu titik di tengah kertasnya, sahabatku berkata, "Nah..sekarang aku telah beri sebuah titik hitam di atas kertas itu, sekarang gambar apa yang kamu lihat?"<br />
<br />
"Aku melihat satu titik hitam," jawabku cepat.<br />
<br />
"Pastikan lagi!" timpal sahabatku.<br />
<br />
"Titik hitam," jawabku dengan yakin.<br />
<br />
"Sekarang aku tahu penyebab masalahmu. Kenapa engkau hanya melihat satu titik hitam saja dari kertas tadi? Cobalah rubah sudut pandangmu, menurutku yang kulihat bukan titik hitam tapi tetap sebuah kertas putih meski ada satu noda di dalamnya, aku melihat lebih banyak warna putih dari kertas tersebut sedangkan kenapa engkau hanya melihat hitamnya saja dan itu pun hanya setitik?" Jawab sahabatku dengan lantang.<br />
<br />
"Sekarang mengertikah kamu? Dalam hidup, bahagia atau tidaknya hidupmu tergantung dari sudut pandangmu memandang hidup itu sendiri, jika engkau selalu melihat titik hitam tadi yang bisa diartikan kekecewaan, kekurangan dan keburukan dalam hidup maka hal-hal itulah yang akan selalu hinggap dan menemani dalam hidupmu."<br />
<br />
"Cobalah fahami, bukankah di sekelilingmu penuh dengan warna putih, yang artinya begitu banyak anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kamu, kamu masih bisa melihat, mendengar, membaca, berjalan, fisik yang utuh dan sehat, anak yang lucu-lucu dan begitu banyak kebaikan dari istrimu daripada kekurangannya, berapa banyak suami-suami yang kehilangan istrinya? Juga begitu banyak kebaikan dari pekerjaanmu di lain sisi banyak orang yang antri dan menderita karena mencari pekerjaan. Begitu banyak orang yang lebih miskin bahkan lebih kekurangan daripada kamu, kamu masih memiliki rumah untuk berteduh, aset sebagai simpananmu di hari tua, tabungan, asuransi dan teman-teman yang baik yang selalu mendukungmu. Kenapa engkau selalu melihat sebuah titik hitam saja dalam hidupmu?"<br />
<br />
Dan juga ........<br />
<br />
"Itulah kamu, betapa mudahnya melihat keburukan orang lain, padahal begitu banyak hal baik yang telah diberikan orang lain kepada kamu."<br />
<br />
"Itulah kamu, betapa mudahnya melihat kesalahan dan kekurangan orang lain, sedangkan kamu lupa kelemahan dan kekurangan diri kamu.."<br />
<br />
"Itulah kamu, betapa mudahnya kamu menyalahkan dan mengingkari-Nya atas kesusahan hidupmu, padahal begitu besar anugerah dan karunia yang telah diberikan oleh-Nya dalam hidupmu."<br />
<br />
"Itulah kamu betapa mudahnya menyesali hidup kamu padahal banyak kebahagiaan telah diciptakan untuk kamu dan menanti kamu."<br />
<br />
"Mengapa kamu hanya melihat satu titik hitam pada kertas ini? PADAHAL SEBAGIAN BESAR KERTAS INI BERWARNA PUTIH? Sekarang mengertikah engkau?" ucap sahabatku sambil pergi (entah kemana).<br />
<br />
"Ya aku mengerti," ucapku lirih.<br />
<br />
Kertas itu aku ambil, aku buatkan satu pigura indah dan aku gantung di dinding rumahku. Bukan untuk SESEMBAHAN bagiku tapi sebagai PENGINGAT di kala lupa..., lupa... bahwa begitu banyak warna putih di hidupku daripada sebuah titik hitam. Sejak itu aku mencintai HIDUP ini. Bisa hidup saja adalah suatu anugerah yang paling besar yang diberikan kepada kita oleh Perekayasa Agung. Aku tidak akan menyia-nyiakannya. Pak Mario pun juga pernah berpesan kepadaku:<br />
<br />
"Kadang-kadang Tuhan menaruh kita pada tempat yang sulit supaya kita tahu dan menyadari bahwa tidak ada yang sulit bagi Tuhan." (MT)<br />
<br />
Tahukah rekan-rekan, kata-kata inilah yang menemani gambar kertas putih (bukan titik hitam) di piguraku?<br />
<br />
Source : Milis Diskusi</span></div><div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;
//-->
</script><br />
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-11960886773258327402009-03-11T00:00:00.000-07:002012-04-28T23:15:10.892-07:00Kisah Ini Sungguh Indah! Cobalah Jangan Menangis<div style="text-align: justify;">Bu Sally segera bangun ketika melihat dokter bedah keluar dari kamar operasi.<br />
Dia bertanya dengan penuh harapan,"Bagaimana anakku? Apakah dia dapat disembuhkan? Kapan saya boleh menemuinya?" Dokter bedah menjawab,"Saya sudah berusaha sebaik mungkin, tapi sayangnya anak ibu tidak tertolong."<br />
<br />
Bu Sally bertanya dengan hati remuk,"Mengapa anakku yang tidak berdosa bisa terkena kanker? Apa Tuhan sudah tidak peduli lagi?" Dimana Engkau Tuhan ketika anak laki-lakiku membutuhkanMu?"<br />
Dokter bedah bertanya, "Apa Ibu ingin bersama dengan anak ibu selama beberapa waktu? Perawat akan keluar untuk beberapa menit sebelum jenazahnya dibawa ke universitas."<br />
<br />
Bu Sally meminta perawat tinggal bersamanya saat dia akan mengucapkan selamat jalan kepada anak lelakinya. Dengan penuh kasih dia mengusap rambut anaknya yang hitam itu.<br />
"Apa ibu ingin menyimpan sedikit rambutnya sebagai kenangan?" perawat itu bertanya. Bu Sally mengangguk. Perawat memotong sedikit rambut dan menaruhnya didalam kantung plastik untuk disimpan.<br />
<br />
Ibu Sally berkata,"Jimmy anakku ingin mendonorkan tubuhnya untuk diteliti di Universitas. Dia mengatakan mungkin dengan cara ini dia dapat menolong orang lain yang memerlukan. Awalnya saya tidak membolehkan tapi Jimmy menjawab,"Ma, saya kan sudah tidak membutuhkan tubuh ini setelah mati nanti. Mungkin tubuhku dapat membantu anak lain untuk bisa hidup lebih lama dengan ibunya."<br />
Bu Sally terus bercerita,"Anakku itu memiliki hati emas. Jimmy selalu memikirkan orang lain. Selalu ingin membantu orang lain selama dia bisa melakukannya."<br />
<br />
Bu Sally meninggalkan rumah sakit setelah menghabiskan waktunya selama enam bulan di sana untuk merawat Jimmy. Dia membawa kantung yang berisi barang-barang anaknya. Perjalanan pulang sungguh sulit baginya. Lebih sulit lagi ketika dia memasuki rumah yang terasa kosong. Barang-barang Jimmy ditaruhnya bersama kantung plastik yang berisi segenggam rambut itu di dalam kamar anak lelakinya. Dia meletakkan mobil mainan dan barang-barang milik pribadi Jimmy, di tempat Jimmy biasa menyimpan barang-barang itu. Kemudian dibaringkan dirinya di tempat tidur. Dengan membenamkan wajahnya pada bantal, dia menangis hingga tertidur.<br />
<br />
Di sekitar tengah malam, bu Sally terjaga. Di samping bantalnya terdapat <span class="fullpost">sehelai surat yang terlipat. Surat itu berbunyi,"Mama tercinta, Saya tahu mama akan kehilangan saya tetapi saya akan selalu mengingatmu ma dan tidak akan berhenti mencintaimu walaupun saya sudah tidak bisa mengatakan 'Aku sayang mama'. Saya selalu mencintaimu bahkan semakin hari akan semakin sayang padamu ma. Sampai suatu saat kita akan bertemu lagi. Sebelum saat itu tiba, jika mama mau mengadopsi anak lelaki agar tidak kesepian, bagiku tidak apa-apa ma.. Dia boleh tidur di kamarku dan bermain dengan mainanku. Tetapi jika mama mengadopsi anak perempuan, mungkin dia tidak melakukan hal-hal yang dilakukan oleh kami, anak lelaki. Mama harus membelikannya boneka dan barang-barang yang diperlukan oleh anak perempuan.<br />
<br />
Jangan sedih karena memikirkan aku ma. Tempat aku berada sekarang begitu indah. Kakek dan nenek sudah menemuiku begitu aku sampai di sana dan mereka menunjukkan tempat-tempat yang indah. Tapi perlu waktu lama untuk melihat segalanya di sana. Malaikat itu sangat pendiam dan tampak dingin. Tapi aku senang melihatnya terbang.<br />
<br />
Dan apa mama tahu apa yang kulihat? Yesus tidak terlihat seperti gambar-gambar yang dilukis manusia. Tapi ketika aku melihat-Nya, aku yakin Dia adalah Yesus. Yesus sendiri mengajakku menemui Allah Bapa! Tebak ma apa yang terjadi? Aku boleh duduk di pangkuan Bapa dan berbicara dengan-Nya seolah-olah aku ini orang yang sangat penting. Aku menceritakan kepada Bapa bahwa aku ingin menulis surat kepada mama untuk mengucapkan selamat tinggal dan kata-kataku yang lain. Namun aku sadar bahwa hal ini pasti tidak diperbolehkan-Nya. Tapi mama tahu, Allah sendiri memberikan sehelai kertas dan pensil-Nya untuk menulis surat ini kepada mama tercinta. Saya pikir malaikat Gabriel akan mengirimkan surat ini kepadamu ma. Allah mengatakan akan menjawab pertanyaan mama ketika mama bertanya 'Di mana Allah pada saat aku membutuhkan-Nya?' Allah mengatakan Dia berada bersama diriku seperti halnya ketika putera-Nya Yesus disalib. Dia ada di sana ma, dan dia selalu berada bersama semua anak.<br />
<br />
Ngomong-ngomong, tidak ada orang yang dapat membaca apa yang aku tulis selain mama sendiri. Bagi orang lain, surat ini hanya merupakan sehelai kertas kosong. Luar biasa kan ma? Sekarang saya harus mengembalikan pensil Bapa yang aku pinjam. Bapa memerlukan pensil ini untuk menuliskan nama-nama dalam Buku Kehidupan. Malam ini aku akan makan bersama dengan Yesus dalam perjamuan-Nya. Aku yakin makanannya akan lezat sekali.<br />
<br />
Oh, aku hampir lupa memberitahukanmu ma. Aku sudah tidak kesakitan lagi. Penyakit kanker itu sudah hilang. Aku senang karena aku tidak tahan merasakan sakit itu dan Bapa juga tidak tahan melihat aku kesakitan. Itulah sebabnya mengapa Dia mengirim Malaikat Pembebas untuk menjemputku. Malaikat itu mengatakan bahwa diriku merupakan kiriman istimewa!<br />
Salam kasih dari Allah Bapa, Yesus & aku.<br />
<br />
<blockquote><span style="font-style: italic; color: rgb(51, 0, 153);font-size:85%;" >Sempatkan diri anda selama 60 detik saja untuk membagikan ini dan anda akan menyelamatkan banyak orang yang percaya untuk saling mendoakan. Kemudian heninglah sebentar dan rasakan bagaimana Roh Kudus bekerja dalam hidup anda agar anda melaksanakan perbuatan yang dikehendaki oleh Bapa "Ketika anda jatuh, Tuhan akan membangkitkan anda."</span></blockquote></span></div><div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;
//-->
</script><br />
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-42117677189549120472009-02-23T23:31:00.000-08:002012-04-28T23:16:41.538-07:00Penerimaan Tanpa Syarat<div style="text-align: justify;"><span style="font-style: italic;">Beberapa kali saya membaca cerita di bawah ini, beberapa kali juga saya merasa haru dan terbawa suasana cerita ini. Sungguh cerita yang luar biasa.</span><br />
<div style="text-align: center;">=====================</div><br />
Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.. Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling"..<br />
Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.<br />
<br />
Setelah menerima tugas tersebut, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi ke restoran McDonald's yang berada di sekitar kampus... Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering...! Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.<br />
Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.<span class="fullpost">Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, dan... tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil...! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.....<br />
Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum"kearah saya....<br />
Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam... tapi juga memancarkan kasih sayang...!<br />
Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu...<br />
Ia menyapa "Good day..!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan.. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin.. setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka...,dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai didepan counter.<br />
<br />
Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan... Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir... Nona !"<br />
Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfaABOZQuhjDb-CmRA8x93s7pfOHlQr1lUCw6vQUJjMvGBKbC98IHNNfVpdBbWOZ2LzL1cxCr7gAqToP5Cb8obZi9l8p6aHhcB-AZ4baoc77SGyi8oKyhVva5vbD8lWutvGlDMBeg1Yk6H/s1600/tanpa-syarat.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="140" width="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfaABOZQuhjDb-CmRA8x93s7pfOHlQr1lUCw6vQUJjMvGBKbC98IHNNfVpdBbWOZ2LzL1cxCr7gAqToP5Cb8obZi9l8p6aHhcB-AZ4baoc77SGyi8oKyhVva5vbD8lWutvGlDMBeg1Yk6H/s200/tanpa-syarat.jpg" /></a></div><br />
<br />
Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba... membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu-tamu lainnya, yang hampir semuanya...sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya..., dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya...<br />
<br />
Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum... dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah. Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap.. "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua...."<br />
<br />
Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah berkaca-kaca... dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya...."<br />
Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata... "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian...."<br />
Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu....<br />
<br />
Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka... dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata... "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku... yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-anakku...! "<br />
Kami saling berpegangan tangan beberapa saat...... dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' .. untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.<br />
<br />
Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya... mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami... Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap.. "tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini...., jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami..." Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat ke arah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan batin kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum, lalu melambai-lambaikan tangannya kearah kami...! Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar-benar 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali...!<br />
<br />
Saya kembali ke kampus, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan. Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca.... para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi... Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya... membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.<br />
Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya ... "Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu..."<br />
<br />
Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus... dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu : "PENERIMAAN TANPA SYARAT".<br />
<br />
Sumber : WARTA KATEGORIAL Edisi Januari 2009</span></div><div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;
//-->
</script><br />
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-80765190042660333182008-10-30T01:05:00.000-07:002012-04-28T23:19:03.374-07:00Mimpi Terindah<div style="text-align: justify;">Malem-malem, enak banget tidur sampe mimpi. Mimpi yang paling indah. Mimpi yang sangat jarang terjadi...<span class="fullpost"><br />
<br />
Aku : Zzzzz Zzzzz Zzzzz......<br />
<br />
Tuhan : Bangun !!!<br />
<br />
Aku : Hmmm.... siapa ya ?<br />
<br />
Tuhan : Aku ??? Aku Tuhan, Aku dengar di doamu, kau ingin bicara langsung denganKu, maka doamu Kukabulkan.<br />
<br />
Aku : (tertegun) Oh, aku tidak menyangka doaku dikabulkan, lalu kita ada di mana ?<br />
<br />
Tuhan : Di dalam mimpimu, ini media paling mudah untuk berbicara.<br />
<br />
Aku : (tertegun) Ooooh...<br />
<br />
Tuhan : Kudengar di doamu, kau ingin mengajukan pertanyaan kepada-Ku, aku ingin mendengarnya sekarang.<br />
<br />
Aku : Benar, bisakah sekarang kumulai ?<br />
<br />
Tuhan : Tentu.<br />
<br />
Aku : Tuhan, tahukah Engkau bahwa dunia yg Kau ciptakan ini penuh dengan ketidakadilan, banyak orang percaya dianiaya, orang benar menderita, itu tidak adil Tuhan !<br />
<br />
Tuhan : Menurutmu, apakah adil, ketika Aku mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosamu ?<br />
<br />
Aku : Kalau begitu, semua orang benar harus menderita di dunia, begitu ?<br />
<br />
Tuhan : Apakah penderitaan itu selamanya? Mengapa ketika menderita manusia selalu bertanya "mengapa harus aku?" Tetapi, ketika senang, mereka tidak pernah bertanya "mengapa harus aku?"<br />
<br />
Aku : Kalau begitu, mengapa banyak orang jahat hidup senang ?<br />
<br />
Tuhan : Kau yakin ?<br />
<br />
Aku : Ya, walaupun tidak semua ...<br />
<br />
Tuhan : Kalau begitu, cobalah jadi jahat, dan lihatlah seberapa lama kau akan senang, kau bisa membuktikannya sendiri.<br />
<br />
Aku : Hidup ini terlalu rumit untuk dijalani, mengapa Kau selalu mendatangkan cobaan dan masalah?<br />
<br />
Tuhan : Masalah kudatangkan bukan untuk disesali dan dikeluhi, tapi untuk diselesaikan, cobaan kudatangkan untuk menunjukkan adanya diri-Ku, dan perlunya berserah pada-Ku.<br />
<br />
Aku : Tapi, setiap masalah datang, aku selalu berdoa meminta jalan keluar, tetapi kadang, kau tidak memberinya ? Mengapa ?<br />
<br />
Tuhan : Mengapa ? Pertanyaan bagus, mengapa setiap firman yang Kuperintahkan padamu, kau tidak pernah melakukannya atau selalu menunda-nunda ? Sebelum engkau menuai, menaburlah terlebih dahulu.<br />
<br />
Aku : Mengapa manusia tidak pernah puas terhadap dirinya ?<br />
<br />
Tuhan : Manusia tidak akan menyadari betapa berharganya sesuatu, sampai mereka kehilangan semuanya.<br />
<br />
Aku : Karena itulah Tuhan, mengapa penyesalan selalu datang terlambat ? Itu menyebalkan. ..<br />
<br />
Tuhan : Kalau belum terlambat, bukan penyesalan namanya. kalau belum menyesal, manusia tidak akan pernah tahu dimana letak kesalahannya.<br />
<br />
Aku : Memang benar, tapi penyesalan selalu mendatangkan penderitaan.<br />
<br />
Tuhan : Ketika penyesalan datang, manusia diberi 2 pilihan. Pertama, segera bangkit dan meninggalkan duka-citanya. Itu membuat manusia makin kuat dan terasah. Kedua, berkata : "aku tidak kuat, beban ini terlalu berat untuk dijalani". Itu mendatangkan penderitaan.<br />
<br />
Aku : Perlukah aku memelihara doa dan waktu untukMu setiap harinya ?<br />
<br />
Tuhan : Perlukah Aku mejagamu dan mengawasimu setiap harinya ?<br />
<br />
Aku : Tuhan, seringkali aku sudah berusaha dan berusaha, tapi selau gagal ! Mengapa ?<br />
<br />
Tuhan : Berapa kali kau mencoba ?<br />
<br />
Aku : Katakanlah 10 kali!<br />
<br />
Tuhan : Bagus, kalau begitu kau sudah mengetahui 10 cara yg tidak berhasil. Jangan samakan kegagalan dengan pengalaman. Manusia tidak pernah gagal, sampai dia berhenti berusaha.<br />
<br />
Aku : Tapi, semua itu terlalu beresiko Tuhan. Setiap usaha mempunyai resiko.<br />
<br />
Tuhan : Sesungguhnya, ketika kau takut mengambil satu resiko, kau telah mengambil resiko yang tersisa, yaitu kau tidak akan pernah berhasil !<br />
<br />
Aku : Kalau begitu, bagaimana cara mendapat kesenangan hidup ?<br />
<br />
Tuhan : Cintailah dirimu sendiri, dan senantiasa bersyukur. Hidup ini sebenarnya indah. Jika masalah datang, jangan biarkan masalah menguasai dirimu, tetapi belajarlah menguasai masalah. Ah, waktu kita habis, kau sudah harus bangun pagi...<br />
<br />
Aku : Kapan kita bisa berbicara sperti ini lagi ?<br />
<br />
Tuhan : Kapanpun, sebenarnya jarak kita hanya dipisahkan oleh doa.<br />
<br />
Aku : Oke, terima kasih Tuhan atas pembicaraan yg indah ini.<br />
<br />
Tuhan : Sama-sama.<br />
<br />
Aku pun terbangun dari mimpiku.....<br />
<br />
Diambil dari : Milis Diskusi Katolik (Sunday, December 10, 2006)</span></div><div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;
//-->
</script><br />
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-28169170758628276432008-10-29T06:22:00.000-07:002012-04-28T23:20:44.199-07:00Mengasihi Tanpa Mengatakannya<div style="text-align: justify;">Saya ditraktir makan mie di kedai mie yang terkenal. Harganya tidak mahal dan rasanya sangat lezat sekali. Kami duduk di depan meja panjang yang dapat menampung sekitar sepuluh orang bila mengelilingi meja. Meja sudah terisi enam orang, saya, teman saya dan empat orang pengunjung.<br />
<br />
Ketika asyik makan, satu keluarga baru duduk di dekat kami. Tepatnya diantara teman saya dan pengunjung lainnya. Mereka telah memesan mie dan sedang menunggu. Keluarga tersebut terdiri dari sepasang suami istri yang masih muda dan seorang anak yang berusia sekitar enam tahun.<span class="fullpost"><br />
<br />
Mereka keluarga yang jauh dari sederhana. Pakaiannya agak kusam dan berbau. Si anak kelihatannya baru sembuh dari suatu penyakit yang tidak kami ketahui dan sedang menarik ingusnya keluar masuk. Ingusnya seperti angka sebelas dan terkadang seperti angka satu dengan warna kuning kehijau-hijauan. Si ibu dengan penuh kasih sayang mengelap ingus yang tidak berhenti keluar masuk hidung anaknya. Pasangan itu sangat bahagia melihat anaknya bermain sambil tertawa. Sepertinya makan mie merupakan perayaan menyambut kesembuhannya.<br />
Saat mie datang keluarga tersebut makan dengan lahap. Keadaan tersebut tidak berlaku bagi kami semua terkecuali teman saya.<br />
Bagi kami berlima (termasuk saya) keadaan tersebut merupakan bencana dan penyiksaan. Bayangkan aja, bagaimana rasanya makan mie dengan mencium satu keluarga yang bau badannya tidak enak. Belum lagi melihat dan mendengar ingus yang ditarik keluar masuk dan sesekali dibersihkan oleh ibunya.<br />
Setiap kali memakan mie sambil meminum kuahnya, rasanya seperti ingus telah tercampur dengan makanan dan membuat selera makan hilang. Tidak berapa lama kemudian, keempat pelanggan yang duduk semeja dengan kami meninggalkan meja satu persatu- tanpa menghabiskan makanan. Melihat ini ada rasa kepahitan yang terpancar diwajah keluarga muda itu, seperti rasa rendah diri dan terasing melihat sikap saya dan empat pengunjung lainnya.<br />
<br />
Tetapi itu tidak berlangsung lama, terutama saat mereka melihat teman saya, keceriaan mereka pulih kembali. Teman saya tetap menikmati mie dengan segala kecuekannya. Seolah-olah tidak ada bau disekitarnya dan tidak ada suara ingus yang didengar. Saya tidak bisa berbuat banyak selain belajar cuek dan menghabiskan sisa mie. Lagi pula saya ditraktir makan dan tidak berhak mengajukan hal-hal yang aneh-aneh dan tidak sopan.<br />
<br />
Selesai makan, kami masih duduk dua puluh menit sebelum meninggalkan kedai makanan. Saya heran dengan tingkah teman saya yang diluar kebiasaannya. Biasanya setelah makan, ia hanya duduk paling lama sepuluh menit. Sekali lagi saya harus mengikuti kemauan teman saya dengan jengkel.<br />
<br />
Akhirnya kami keluar meninggalkan kedai dan keluarga muda tadi, saya merasa lega. Dalam perjalanan pulang, teman saya mengatakan ia sangat terganggu duduk di samping keluarga tersebut. Ia merasakan rasa bau dan merasa terganggu dengan suara ingus anaknya. Ia merasakan tepat seperti yang saya rasakan.<br />
<br />
Teman saya juga mengatakan, jika ia meninggalkan keluarga tersebut di saat mereka bergembira, keluarga itu akan merasa terpukul, tidak berharga, terasing dan putus asa. Si suami sedang memberi yang terbaik bagi keluarganya. Mereka bersukacita merayakan kesembuhan anaknya. Si suami telah mengeluarkan uang yang bagi mereka cukup mahal dari hasil kerja keras hanya untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya. Uang itu tidak begitu banyak untuk ukuran kami tetapi tidak bagi keluarga itu.<br />
<br />
Saya sangat terkejut mendengar penuturan teman saya. Dan tidak menyangka teman saya telah melakukan sesuatu yang luar biasa bagi keluarga itu. Dengan caranya yang khas, bertahan makan mie sampai habis dan menunggu dua puluh menit setelah makan, telah memberi semangat baru bagi keluarga itu.<br />
<br />
Saya teringat bagaimana rasa kepahitan, rendah diri dan terasing di wajah kedua suami istri ketika melihat pelanggan yang lain meninggalkan meja tanpa menghabiskan makanan dan melihat tingkah saya. Saya juga teringat bagaimana pasangan ini kembali ceria begitu melihat sikap teman saya yang cuek.<br />
<br />
Pertama kali dalam hidup ini, saya menyadari dan menyaksikan bagaimana mengasihi sesama tanpa mengatakan sesuatu benar-benar tidak mustahil. Ini benar-benar keajaiban. Ajaib bagaimana semua ayat-ayat di dalam Alkitab tentang mengasihi sesama dapat diwujudkan tanpa perkataan dalam waktu sesingkat itu. Cukup hanya dengan meneruskan makan mie sampai habis. Masa bodoh dengan sikap saya dan pengunjung lain yang tidak terpuji. Menunggu dua puluh menit setelah selesai makan. Yang terakhir menahan rasa bau untuk menyempurnakan segalanya telah menunjukkan suatu keajaiban kasih dan dilakukan oleh seorang teman.<br />
<br />
Ajaib bagaimana teman saya menegor saya tanpa mengatakan sesuatu. Ia tidak menuduh tetapi cukup telak memukul saya. Saya merasa sangat terpukul, malu tetapi tidak marah. Saya kembali mengingatkan diri sendiri bagaimana mudahnya mengatakan mengasihi sesama tetapi tidak melakukannya.<br />
<br />
Iman terdiri dari tiga unsur; pengetahuan, keselarasan dan perbuatan. Pengetahuan dan keselarasan penting bagi perbuatan, tetapi tanpa perbuatan, pengetahuan dan keselarasan hanyalah sia-sia.<br />
<br />
Oleh : Andiko Trikasi<br />
</span></div><div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;
//-->
</script><br />
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Nice Lifeshttp://www.blogger.com/profile/17335471729949142250noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-2947637609923714902008-10-29T05:51:00.000-07:002012-04-28T23:22:52.235-07:00Saya Bersamamu Sayang<div style="text-align: justify;">Seorang anak lahir setelah 11 tahun pernikahan. Mereka adalah pasangan yg saling mencintai dan anak itu adalah buah hati mereka. Saat anak tersebut berumur dua tahun, suatu pagi si ayah melihat sebotol obat yg terbuka. Dia terlambat untuk ke kantor maka dia meminta istrinya untuk menutupnya dan menyimpannya di lemari. Istrinya, karena kesibukannya di dapur sama sekali melupakan hal tersebut.<br />
<br />
Anak itu melihat botol itu dan dengan riang memainkannya. Karena tertarik dengan warna obat tersebut lalu si anak memakannya semua. Obat tersebut adalah obat yg keras yg bahkan untuk orang dewasa pun hanya dalam dosis kecil saja. Sang istri segera membawa si anak ke rumah sakit. Tapi si anak tidak tertolong. sang istri ngeri membayangkan bagaimana dia harus menghadapi suaminya.<br />
<br />
Ketika si suami datang ke rumah sakit dan melihat anaknya yang telah meninggal, dia melihat kepada istrinya dan mengucapkan 3 kata. <span class="fullpost"><br />
<br />
Sang Suami hanya mengatakan "SAYA BERSAMAMU SAYANG"<br />
<br />
Reaksi sang suami yang sangat tidak disangka-sangka adalah sikap yang proaktif. Si anak sudah meninggal, tidak bisa dihidupkan kembali. Tidak ada gunanya mencari-cari kesalahan pada sang istri. lagipula seandainya dia menyempatkan untuk menutup dan menyimpan botol tersebut maka hal ini tdk akan terjadi.<br />
<br />
<br />
Tidak ada yg perlu disalahkan. Si istri juga kehilangan anak semata wayangnya. Apa yg si istri perlu saat ini adalah penghiburan dari sang suami dan itulah yg diberikan suaminya sekarang.<br />
<br />
Jika semua orang dapat melihat hidup dengan cara pandang seperti ini maka akan terdapat jauh lebih sedikit permasalahan di dunia ini.<br />
<br />
<br />
"Perjalanan ribuan mil dimulai dengan satu langkah kecil"<br />
<br />
Buang rasa iri hati, cemburu, dendam, egois dan ketakutanmu. Kamu akan menemukan bahwa sesungguhnya banyak hal tidak sesulit yang kau bayangkan.<br />
<br />
MORAL CERITA<br />
<br />
Cerita ini layak untuk dibaca. Kadang kita membuang waktu hanya untuk mencari kesalahan org lain atau siapa yg salah dalam sebuah hubungan atau dalam pekerjaan atau dengan org yg kita kenal. hal ini akan membuat kita kehilangan kehangatan dalam hubungan antar manusia. </span></div><div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;
//-->
</script><br />
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Nice Lifeshttp://www.blogger.com/profile/17335471729949142250noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-23726446851139274252008-01-28T06:29:00.001-08:002012-04-28T23:23:49.729-07:00Kasih Dan Komitmen<div style="text-align: justify;">Aku sangat menikmati saat-saat kesendirianku seperti sekarang ini... waktu dimana segalanya adalah milikku seorang... tidak perlu terlalu pusing dengan birokrasi bertele-tele untuk sekedar menghirup udara segar di luar dan bercengkrama dengan matahari sesukaku...berlari sejenak dari belenggu aktifitas yang mengurung langkah kecilku... totally free!!<br />
<br />
Dalam balutan jeans setengah belel dan t-shirt putih kebangsaan, sekarang aku sudah ikut bergelantungan dengan belasan penumpang lainnya di sebuah angkutan kota ...phiuuuhhh...untung saja aku berdiri cukup dekat dengan pendingin ruangan, kalau tidak...aroma beraneka warna bisa mengusik ketenanganku siang ini...<br />
<br />
Perlahan pintu bus terbuka ketika berhenti di depan halte tujuan...ringan kulangkahkan kaki dan tak lama kemudian sudah ikut berbaur dalam lautan manusia... ekspresi dan reaksi mereka adalah hal yang sangat menarik untukku... secara pribadi, aku memang menyukai seni 'How to Dealing with People'... berpikir dan mencerna dalam hati...untuk kemudian tersenyum sendiri...hehehe, untung saja selama ini tidak pernah ada yang menganggap aku gila karena kerapkali tersenyum dalam kesendirian....<br />
<br />
Tumpukan botol softdrink di hadapanku tampak begitu menggiurkan di siang hari yang menyengat ini... perlahan aku menghampirinya dan segera berubah pikiran saat aku menemukan sekotak sari kacang hijau dingin juga ada disana... yaa, aku memang pecandu kacang hijau...<br />
<br />
Mengambil posisi duduk dekat dengan kios minuman ini, aku kembali melakoni fantasiku, bercengkrama dengan orang-orang yang lalu lalang melalui imajinasiku...<br />
<br />
Namun sepasang manusia ini begitu menarik untuk terus kupandangi... <span class="fullpost">mereka tampak begitu mesra dan saling menyayangi...sesekali sang pria mengusap peluh di kening kekasihnya yang masih juga tersipu malu-malu... mereka terus bercengkrama seolah tidak ada seorangpun disekitar mereka...aku tersenyum sendiri memperhatikan tingkah polahnya...<br />
<br />
Kalau mereka adalah sepasang pria dan gadis belia...mungkin apa yang mereka pertontonkan tidak akan menjadi terlalu istimewa bagiku... tapi mereka adalah pasangan yang kutaksir berumur sekitar kepala enam... gosshh!!<br />
<br />
Hmm, jujur aku merasa iri dengan apa yang mereka miliki berdua... tapi mungkin ini bukan perasaan iri...tapi lebih kepada rasa ingin tahu...bagaimana caranya mereka bisa terus mempertahankan kemesraan setelah sekian lama bersama...<br />
<br />
Aku melangkah pasti ke arah mereka untuk kemudian pura-pura menjatuhkan music playerku dekat dengan kaki sang nenek... Mereka berdua tersenyum ke arahku... spontan lelaki tua ini menunduk dan membantuku untuk memungutnya... aku segera berucap maaf ...<br />
<br />
Tidak sulit untuk memulai suatu percakapan yang hangat dengan mereka... sampai akhirnya aku mengutarakan secara jujur rasa ingin tahu yang berkecamuk...<br />
<br />
Sang kakek seraya terus menggenggam tangan kekasihnya berucap 'aku sudah berkomitmen pada diriku sendiri untuk mencintainya seumur hidupku...kurasa itulah yang membuat kami mampu bertahan untuk terus bersama setelah melewati begitu banyak peristiwa'... tidak mau kalah... sang nenekpun berkata 'aku sudah mengikatkan diriku penuh kepadanya, menutup mata dan hatiku dari dunia lain selain dia'...<br />
<br />
Wowww....<br />
<br />
Setengah terbelalak aku mengagumi ekspresi yang telah mereka ikrarkan entah untuk yang kesekian kalinya tanpa malu... sang nenek menyentuh bahuku dan berkata 'Nak, kasih itu lebih dari sekedar perasaan, kasih itu adalah suatu keputusan...bukan kasih yang membuat suatu hubungan menjadi langgeng, melainkan komitmen kita terhadap janji yang diikrarkan... Karena itu pertimbangkanlah dengan baik sebelum membuat janji, jangan sampai kau ingkari suatu hari nanti dan akhirnya hanya merusak karya tanganmu sendiri'<br />
<br />
Tanpa sadar aku menganggukkan kepala berulang kali...suatu petuah yang manis sekali pikirku...<br />
<br />
Aku membalas ucapan sang nenek dengan senyuman dan berkata 'terima kasih untuk wejangannya nek, hmm... mungkin sebotol air mineral tidak akan cukup untuk membalasnya, tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali, iya ' kan ?'.... mereka tergelak dan menyetujui tawaranku...<br />
<br />
Tanpa membuang waktu lagi aku segera beranjak, namun aku lupa bertanya... mereka menyukai minuman dingin atau tidak yaa? saat berpaling untuk memastikan hal tersebut... mereka telah lenyap dari hadapanku... yaa, pasangan istimewa itu telah menghilang... ini tidak mungkin, aneh sekali!! Mereka tidak mungkin berlalu secepat itu...<br />
<br />
Aku menarik nafas dan berpikir... apakah mereka memang sengaja dikirim untuk menjawab prahara sesungguhnya dalam hatiku? yaa, terkadang TUHAN memang suka bercanda....<br />
<br />
penulis : Evelyn Ch. Hitipeuw<br />
</span></div><div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;
//-->
</script><br />
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Nice Lifeshttp://www.blogger.com/profile/17335471729949142250noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5143172142938542289.post-12546582938388611322008-01-23T02:32:00.001-08:002012-04-28T23:24:23.852-07:00Setia Dalam Perkara Kecil<div style="text-align: justify;">Dalam Injil Lukas 16:10 dikatakan bahwa : "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."<br />
<br />
Banyak pekerjaan dan peran hidup yang menuntut kesetiaan kita. Dan bisa dipastikan, hal-hal besar dimanapun tersusun dari hal-hal yang kecil.<br />
<br />
Bagaimana kita bisa setia dalam perkara yang kecil? <span class="fullpost"><br />
Sesuatu yang diakui sangat sulit dilakukan bila kita tidak tahu untuk apa kita mengerjakan sesuatu.<br />
Ambil contoh sederhana, menulis, tentu sebuah pekerjaan yang sederhana atau bisa dibilang kecil dan mudah. Pekerjaan sederhananya adalah menggoreskan pena di kertas atau menekan tuts komputer, menyusun huruf demi huruf, kata demi kata menjadi sebuah kalimat, paragraf, dst. Dan tentu saja kita tidak akan setia melakukan pekerjaan sederhana itu apabila kita tidak tahu untuk apa kita melakukannya. Bayangkan, yang kita lakukan itu menghasilkan sebuah puisi indah yang menyentuh hati setiap orang yang membacanya sehingga banyak orang yang merasa dikuatkan oleh tulisan kita itu.<br />
Tentu kita berharap dapat menghasilkan sesuatu dari apa yang kita kerjakan tersebut, dan lebih-lebih lagi kita tentu berharap pekerjaan sederhana yang kita lakukan itu dapat menjadi bagian dari pekerjaan besar. {...bersambung...}<br />
</span></div><div style="text-align: center;"><script type="text/javascript"><!--
google_ad_client = "ca-pub-3538432492786481";
google_ad_slot = "5509495192";
google_ad_width = 468;
google_ad_height = 60;
//-->
</script><br />
<script type="text/javascript"
src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js">
</script></div>Nice Lifeshttp://www.blogger.com/profile/17335471729949142250noreply@blogger.com0