Rabu, 03 Juli 2013

Mampukah Kita Mencintai Tanpa Syarat?

Dilihat dari usianya, beliau sudah tidak muda lagi, keseharian pak Suyatno (58 tahun) diisi dengan merawat istrinya yang sakit. Istrinya juga sudah tua, mereka menikah sudah lebih dari 32 tahun dan dikaruniai 4 orang anak.

Di sinilah awal cobaan menerpa. Setelah istrinya melahirkan anak ke empat, tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi. Setiap hari pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya ke atas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya di depan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.

Untunglah tempat usaha pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya, sehingga di siang hari dia bisa pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan malamnya dia temani istrinya menonton televisi sambil menceritakan apa saja yang dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan pak Suyatno kurang lebih selama 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka. Sekarang anak-anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.

Pada suatu hari keempat anak Suyatno berkumpul di rumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu, agar semua anaknya berhasil.Dengan kalimat yg cukup hati-hati anak yang sulung berkata, "Pak, kami ingin sekali merawat ibu, karena semenjak kami kecil kami melihat bapak merawat ibu dengan tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak... bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu". Dengan air mata berlinang, anak itu melanjutkan kata-katanya, "Sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya... Kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini? Kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian...

Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya, "Anak-anakku... kalau pernikahan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi... Tapi ketahuilah, dengan adanya ibu kalian di samping bapak, itu sudah lebih dari cukup. Dia telah melahirkan kalian..." Sejenak kerongkongannya tersekat, "Kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta, yang tidak dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini. Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaannya sekarang? Kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang sakit?"

Sejenak meledaklah tangis anak-anak pak Suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata ibu Suyatno.. dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu..

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa... disaat itulah meledak tangis beliau. Tamu yang hadir di studio yang kebanyakan kaum perempuanpun juga tidak sanggup menahan haru. Di situlah Pak Suyatno bercerita...

"Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam pernikahannya,tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian), maka itu adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya, bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu... Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama... dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya, apalagi dia sakit...

Cinta diuji pada saat keadaan tidak menyenangkan. Komitmen dan kesetiaan akan terbukti pada saat-saat yang tidak mudah.
Sumber: Jawaban.com

Tidak ada komentar: